User Experience: Sisi Humanis dari Teknologi
Penulis: andhika.giri@uii.ac.id
Siapa yang tidak menyukai antarmuka yang menarik? Secara alami, manusia tertarik pada visual yang mengesankan. Desain antarmuka yang memukau menjadi salah satu atribut kunci kesuksesan sebuah aplikasi, membuatnya nyaman digunakan dalam jangka panjang. Namun, kenyamanan ini bisa terganggu jika pengguna merasa ‘pening’ karena alur yang rumit dan informasi yang tidak terfokus, mengakibatkan penurunan produktivitas. Muncul pertanyaan, apakah tujuan organisasi mengadopsi teknologi hanya untuk gengsi semata, guna tampak modern dan unggul dibandingkan kompetitor?
Ketertarikan visual saja tidak cukup jika aplikasi tersebut menyulitkan pengguna sehingga produktivitas pun menjadi terhambat. Keindahan antarmuka harus diiringi dengan kemudahan penggunaan. Desain user experience (UX) yang baik tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga meningkatkan efisiensi dan kenyamanan dalam penggunaan aplikasi.
Aplikasi yang baik tidak hanya diukur dari kelengkapan fitur atau kecanggihan teknologi yang digunakan. Kesempurnaan aplikasi tercapai ketika terdapat keseimbangan antara fungsionalitas yang baik dan kemudahan penggunaan, yang pada akhirnya memudahkan kerja pengguna.
Menghadirkan aplikasi yang ‘ramah’ memerlukan pemahaman mendalam tentang penggunanya. Bagaimana mungkin kita dapat bersahabat dengan seseorang yang tidak kita kenal? Kita cenderung tertarik pada mereka yang bersikap ramah. Di sinilah letak tantangan sebenarnya: mengembangkan aplikasi yang tidak hanya memiliki tampilan menarik tetapi juga mempermudah penggunaan.
Ilustrasi di atas memberikan gambaran tentang pentingnya keseimbangan antara fungsionalitas, estetika, dan pengalaman pengguna dalam sebuah aplikasi. Diskusi berikutnya akan menggali lebih dalam tentang riset dan desain UX dalam mengakomodasi ketiga aspek tersebut.
Diskusi ini bukan tentang memilih mana yang lebih penting antara riset atau desain UX; keduanya saling mendukung. Kolaborasi diperlukan untuk menciptakan desain UX yang baik, yang mendukung fungsionalitas aplikasi serta menghadirkan pengalaman pengguna yang intuitif.
Desain UX
Dalam dunia di mana impresi pertama sering kali menentukan persepsi, desain UX berperan vital. Don’t judge a book by its cover tidak selalu berlaku. Riset menunjukkan bahwa impresi dalam lima detik pertama dapat memengaruhi persepsi pengguna. Desain antarmuka yang menarik menjadi kunci untuk membuka pintu interaksi pengguna dengan aplikasi.
Desain antarmuka adalah komponen inti dari desain UX, yang memadukan estetika dengan fungsi. Desainer UX bertugas mengubah konsep dan ide menjadi antarmuka yang tidak hanya menyenangkan secara visual, tetapi mudah dipahami.
1. Kemudahan Navigasi
Dalam aplikasi mobile, desainer UX bertanggung jawab menciptakan alur yang mudah diikuti dan memberikan navigasi yang intuitif, agar pengguna tidak tersesat dalam aplikasi. Pada layar yang terbatas, setiap piksel berharga, informasi harus ditampilkan secara efisien dan mudah diakses.
2. Fisiologis Pengguna
Aspek ergonomis tak kalah pentingnya. Ukuran huruf harus dapat dibaca dengan nyaman dari jarak baca yang ideal. Kombinasi warna yang sejuk tetapi tegas, seperti hitam pada teks dan putih pada latar, menjadi pilihan yang disukai. Interaksi seperti tap dan swipe harus mempertimbangkan ukuran dan gerakan jari untuk meminimalkan kesalahan pengguna dan meningkatkan kenyamanan.
3. Psikologi Pengguna
Penggunaan warna, istilah, dan simbol harus intuitif dan mudah dikenali. Pemilihan ikon yang familiar akan mencegah kebingungan dan frustrasi pengguna. Pelajari cara kerja aplikasi sejenis yang terbukti sukses sebelumnya. Inovasi dapat dilakukan secara terbatas. Jika terlalu berlebihan, justru membuat pengguna merasa asing dengan aplikasi.
Desain UX yang baik juga menekankan aksesibilitas, memastikan bahwa aplikasi dapat digunakan oleh semua orang, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus. Pendekatan ini tidak hanya memperluas jangkauan aplikasi agar menjangkau berbagai kalangan, tetapi juga menunjukkan inklusivitas.
Riset UX
Riset UX merupakan fondasi dalam mengembangkan aplikasi yang intuitif dan ramah pengguna. Ini melibatkan pengumpulan data mendalam (empati), tidak hanya demografi, tetapi juga mendalami pengalaman interaksi pengguna dengan teknologi.
Riset UX bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan, kenyamanan, dan penyebab frustrasi pengguna. Metode riset bervariasi, mulai dari pengamatan, wawancara, hingga tes usabilitas, yang memberikan pola perilaku pengguna sebagai dasar mendesain aplikasi.
Empati adalah kunci (bisa disebut paling penting) dalam riset UX, memungkinkan desainer menciptakan solusi yang relevan dengan pengguna. Emosi pengguna menjadi pertimbangan utama, menghasilkan keterikatan dan kesetiaan pada aplikasi. Inilah level tertinggi dari desain sempurna sebuah aplikasi.
Sebagai contoh, pengguna setia Apple sering kali terikat secara emosional dengan produk tersebut, bukan hanya karena kebutuhan teknis (logis).
Pengujian usabilitas menjadi alat ukur untuk mendapatkan umpan balik langsung dari pengguna. Hal ini membantu dalam iterasi desain yang berbasis pada data aktual, dibanding asumsi desainer.
Dalam meriset UX, penting untuk menciptakan persona pengguna yang akurat, yang menjadi representasi dari riset mendalam (empati). Persona membantu merancang dan mengukur aplikasi agar tetap relevan dengan masalah yang ingin diatasi.
Penutup
Di balik sebuah aplikasi, ada manusia yang menggunakannya. Baik kita berperan sebagai praktisi maupun akademisi, fokus tidak hanya pada teknologi, tetapi juga pada dampak terhadap pengguna. Desain UX yang ideal menyuguhkan lebih dari sekedar impresi visual, bahkan pengalaman yang tak terlupakan.
Inilah alasan pentingnya sinergi antara desain dan riset UX untuk saling melengkapi.
Aplikasi bertindak selayaknya ‘teman’ yang memudahkan tugas pengguna. Keberhasilan aplikasi diukur bukan hanya dari kelengkapan fitur atau kecanggihan teknologi, tetapi dari kemampuannya menghadirkan kenyamanan bagi pengguna. Sebagai penutup, penting untuk menyeimbangkan antara fungsionalitas, estetika, dan pengalaman pengguna dalam mendesain aplikasi yang ’ciamik’.