Agar Ramadan Kita Lebih Berkualitas
Sebagai seorang Muslim, tentu kita ingin terus memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan serta ibadah kita. Bulan Ramadan adalah kesempatan emas untuk melatih diri agar menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dekat kepada Allah, dan lebih istikamah dalam beramal saleh. Jangan sampai Ramadan berlalu begitu saja tanpa ada peningkatan dalam kualitas ibadah dan spiritual kita. Tanpa perencanaan yang matang, Ramadan hanya akan menjadi rutinitas tahunan tanpa arah yang jelas. Oleh karena itu, kita harus berupaya mengisi Ramadan dengan ibadah yang maksimal agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
Celakalah bagi seseorang yang mendapati bulan Ramadan hingga berlalu tanpa diampuni dosanya. (HR. Tirmidzi no. 3545)
Syaikh Manshur As Salimy pernah mengingatkan, “Betapa banyak orang yang tahun lalu berpuasa, namun saat ini mereka sudah tidak lagi bersama dengan kita. Tidakkah kita mengambil pelajaran, padahal kita masih hidup? Berbekallah dengan amal saleh dan perbanyaklah amal saleh, berhentilah dari perbuatan dosa dan kesombongan.”
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
تالله لو قيل لأهل القبور تمنوا لتمنوا يومًا من رمضان
Demi Allah, seandainya dikatakan kepada penghuni kubur: ‘Berangan-anganlah!’, niscaya mereka akan berangan-angan untuk berada di satu hari pada bulan Ramadan. (At-Tabshirah, 2/78)
Bertemu dengan bulan Ramadan adalah sebuah kenikmatan besar yang Allah berikan kepada kita. Banyak orang yang tahun lalu masih bisa menjalani ibadah Ramadan, tetapi kini mereka telah tiada. Kita yang masih diberikan kesempatan oleh Allah seharusnya tidak menyia-nyiakannya. Maka dari itu, marilah kita manfaatkan Ramadan ini dengan sebaik-baiknya. Ramadan bukan sekadar menjalankan ibadah puasa, tetapi juga momentum untuk memperbaiki diri, memperkuat keimanan, dan meningkatkan amal kebaikan.
Agar Ramadan kita lebih baik dan berkualitas, ada dua aspek penting yang harus kita perhatikan dalam menjalankan ibadah. Pertama, aspek yang berkaitan dengan amalan hati, seperti memperbaiki niat, menjaga keikhlasan, dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Kedua, aspek yang berkaitan dengan amalan fisik, seperti salat, tilawah Al-Qur’an, sedekah, serta berbagai ibadah lainnya yang mendekatkan diri kepada Allah. Berkaitan dengan aspek yang kedua, kita perlu menetapkan target-target ibadah yang ingin kita capai. Dengan adanya target yang jelas, kita akan lebih termotivasi untuk menjalankan ibadah dengan penuh kesungguhan dan konsistensi.
Mengazamkan Niat untuk Menjalankan Ketaatan kepada Allah
Sebelum kita merancang target ibadah selama bulan Ramadan, alangkah baiknya jika kita terlebih dahulu meluruskan niat. Untuk apa kita beramal saleh dan beribadah kepada Allah? Apa tujuan utama dari ibadah yang kita lakukan?
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ
Dan mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.(QS. Al-Bayyinah: 5)
Keikhlasan dalam niat adalah kunci utama dalam menjalankan ibadah dengan maksimal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar radhiyallahu ‘anhu
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَ إِنَّما لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Niat dalam ibadah bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan dasar diterimanya amal di sisi Allah. Oleh karena itu, kita harus menanamkan niat yang tulus semata-mata untuk mengharap rida Allah dalam setiap ibadah yang kita lakukan. Bahkan, dengan niat yang benar, sesuatu yang bersifat mubah pun dapat bernilai ibadah di sisi Allah. Sebagian ulama mengatakan,
رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ
Berapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niatnya, dan berapa banyak amalan besar menjadi kecil karena niatnya.
Keikhlasan dalam beribadah adalah faktor utama yang membedakan kualitas seorang hamba di hadapan Allah. Oleh karenanya, kita harus selalu berusaha meluruskan niat kita dalam setiap amalan. Sufyan Ats-Tsauri juga pernah berkata:
ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي
Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik. (Khulashah Ta’dzimil ‘Ilmi)
Menetapkan Target Ibadah di Bulan Ramadan
Agar Ramadan kita lebih bermakna dan bernilai di sisi Allah, kita dapat menetapkan target-target ibadah. Dengan adanya target, kita akan lebih termotivasi untuk menjalankan ibadah dengan konsisten sehingga waktu di bulan yang mulia ini tidak terbuang sia-sia. Target ibadah ini mencakup berbagai aspek, baik yang berkaitan dengan amalan hati, seperti memperkuat keikhlasan dan ketakwaan, maupun amalan fisik, seperti salat, tilawah Al-Qur’an, sedekah, dan amal kebaikan lainnya.
1. Target Menjaga Salat 5 Waktu Berjamaah
Salat lima waktu adalah kewajiban utama bagi setiap muslim, dan melaksanakannya secara berjamaah memiliki keutamaan yang besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Salat berjamaah lebih utama dibanding salat sendirian dengan 27 derajat.” (HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650)
Selain mendapatkan pahala yang berlipat, salat berjamaah juga mengokohkan rasa kebersamaan dalam komunitas muslim serta meningkatkan disiplin dan konsistensi dalam menjalankan ibadah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menekankan pentingnya menjaga salat berjamaah di masjid:
مَن سَمِعَ النِّداءَ فلَمْ يَأْتِهِ، فلا صَلَاةَ له إلَّا مِن عُذْرٍ
Barang siapa yang mendengar adzan tetapi tidak mendatanginya (untuk salat berjamaah di masjid), maka tidak ada salat baginya kecuali jika ada uzur. (HR. Ibnu Majah no. 793 dan Abu Dawud no. 551)
Berkaitan dengan menjaga salat lima waktu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوراً وَبُرْهَاناً وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَىِّ بْنِ خَلَفٍ
Barangsiapa yang menjaga salat lima waktu, maka salat itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat keselamatan. Dan pada hari kiamat, orang yang tidak menjaga salatnya itu akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. (HR. Ahmad no. 6576)
Dalam Kitab Al-Kabair dijelaskan bahwa orang yang lalai dari salatnya akan dibangkitkan bersama tokoh-tokoh yang menjadi simbol kesesatan sesuai dengan apa yang menyibukkannya. Jika lalai karena harta, ia akan dibangkitkan bersama Qarun; jika karena kekuasaan, maka bersama Fir’aun; jika karena jabatan, maka bersama Haman; dan jika karena perdagangan, maka bersama Ubay bin Khalaf.
Oleh karena itu, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga salat dengan baik. Pertama, melaksanakan salat wajib secara berjamaah di masjid agar memperoleh keutamaan dan pahala yang berlipat. Kedua, datang lebih awal ke masjid untuk mendapatkan keutamaan saf pertama dan meningkatkan kekhusyukan dalam ibadah. Ketiga, menjaga kekhusyukan dalam salat dengan memperbaiki bacaan serta memahami maknanya agar lebih mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
2. Target Menjaga Salat Sunah
Selain menjaga salat wajib secara berjamaah, memperbanyak salat sunah di bulan Ramadan merupakan amalan yang sangat dianjurkan. Salat sunah memiliki banyak keutamaan, di antaranya sebagai penyempurna kekurangan dalam salat wajib dan sebagai bentuk ketaatan tambahan yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ ، فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ ، قَالَ الرَّبُ – عَزَّ وَجَلَّ – : اُنْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ، فَيُكَمَّلُ مِنْهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ ؟ ثُمَّ تَكُونُ سَائِرُ أعْمَالِهِ عَلَى هَذَا
Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya. Maka, jika salatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika salatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari salat wajibnya, maka Allah berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki salat sunah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari salat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466).
Salah satu salat sunah yang paling utama di bulan Ramadan adalah qiyamul lail, yang mencakup salat tarawih dan witir. Keutamaan salat ini sangat besar, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنبِهِ
Barangsiapa melakukan qiyam Ramadan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).
Keutamaan lainnya adalah mendapatkan pahala qiyamullail semalam penuh jika melaksanakan salat berjamaah hingga selesai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Siapa yang salat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh. (HR. Tirmidzi no. 806).
Qiyamul lail adalah momen bagi seorang muslim untuk lebih dekat kepada Allah, memohon ampunan, serta memperbanyak doa dan munajat. Oleh karena itu, menetapkan target untuk konsisten melaksanakan salat tarawih dan witir, serta menambah salat tahajud di sepertiga malam terakhir, merupakan langkah penting dalam mengoptimalkan ibadah Ramadan.
Selain qiyamul lail, salat duha juga sangat dianjurkan di bulan Ramadan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
Pada pagi hari, diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, dan setiap takbir juga adalah sedekah. Begitu pula amar makruf (mengajak kepada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari keburukan) adalah sedekah. Semua itu bisa dicukupi dengan melaksanakan dua rakaat salat duha. (HR. Muslim, no. 720).
Oleh karena itu, menjadikan salat duha sebagai kebiasaan rutin di bulan Ramadan adalah salah satu cara untuk meningkatkan ketakwaan dan memperbanyak amal kebajikan.
Selain qiyamul lail dan salat duha, salat sunah rawatib juga merupakan ibadah yang sangat dianjurkan, terutama di bulan Ramadan. Salat rawatib adalah salat sunah yang mengiringi salat wajib, baik sebelum maupun sesudahnya. Keutamaannya sangat besar, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengerjakan salat sunah dalam sehari-semalam sebanyak 12 rakaat, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangunkan sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim, no. 728).
Dua belas rakaat tersebut terdiri dari: dua rakaat sebelum salat subuh, empat rakaat sebelum salat zuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib, serta dua rakaat setelah isya. Salat rawatib memiliki manfaat besar dalam menyempurnakan kekurangan dalam salat fardu serta menjadi bentuk ketekunan dalam mendekatkan diri kepada Allah.
3. Target Tilawah Al-Qur’an
Ramadan adalah bulan Al-Qur’an sehingga kita dianjurkan untuk memperbanyak membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an. Dalam hal tilawah, banyak kisah dari para salaf yang menunjukkan cara mereka memanfaatkan waktu dengan Al-Qur’an. Salah satu contohnya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang setiap tahun bertadarus bersama Jibril. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
كَانَ يَعْرِضُ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْقُرْآنَ كُلَّ عَامٍ مَرَّةً ، فَعَرَضَ عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ فِى الْعَامِ الَّذِى قُبِضَ
Jibril itu (saling) belajar Al-Qur’an dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun sekali (khatam). Ketika di tahun beliau akan meninggal dunia, beliau mengkhatamkan dua kali.” (HR. Bukhari no. 4998).
Di antara kisah para ulama yang luar biasa dalam tilawah Al-Qur’an adalah kisah Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i. Beliau dikenal mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak 60 kali selama bulan Ramadan. Ar-Rabi’ bin Sulaiman meriwayatkan,
كَانَ الشَّافِعِيُّ يَخْتِمُ القُرْآنَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ سِتِّيْنَ خَتْمَةً
Imam Syafi’i biasa mengkhatamkan Al-Qur’an di bulan Ramadan sebanyak 60 kali. (Siyar A’lam An-Nubala’, 10: 36).
Kisah lain datang dari Ibnu ‘Asakir, seorang ulama yang rutin melaksanakan salat berjamaah dan tilawah Al-Qur’an. Beliau biasa mengkhatamkan Al-Qur’an setiap pekan. Namun, di bulan Ramadan, beliau mampu mengkhatamkannya setiap hari. (Siyar A’lam An-Nubala’, 20: 562).
Sebagai seorang Muslim, kita dapat menetapkan target tilawah selama Ramadan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Beberapa target yang dapat dicapai antara lain mengkhatamkan Al-Qur’an sekali, dua kali, atau lebih. Selain itu, memahami makna Al-Qur’an melalui tafsir juga menjadi langkah penting agar bacaan kita tidak hanya sekadar lantunan, tetapi juga membawa pemahaman yang lebih mendalam. Menambah hafalan Al-Qur’an juga dapat dijadikan salah satu target kita. Tidak kalah penting, mempelajari ilmu tajwid agar bacaan kita lebih baik dan sesuai dengan kaidah yang benar sehingga semakin mendekatkan kita kepada Allah dengan bacaan yang berkualitas.
4. Target Bersedekah dengan Konsisten
Bersedekah di bulan Ramadan memiliki keutamaan yang luar biasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau semakin bertambah di bulan Ramadan. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadan, tatkala Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malam di bulan Ramadan dan mengajarkan Al-Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun semakin bersemangat dalam melakukan kebaikan, bagaikan angin yang bertiup kencang.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307).
Salah satu bentuk sedekah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadan adalah memberi makanan kepada orang yang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun juga. (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5:192).
5. Target Memperbanyak Diri di Masjid
Bulan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk lebih banyak berada di masjid, baik untuk salat berjamaah, i’tikaf, maupun mengikuti kajian keislaman. Salah satu amalan utama di bulan Ramadan adalah i’tikaf, terutama di sepuluh malam terakhir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melaksanakan i’tikaf di malam-malam tersebut untuk meningkatkan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beriktikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadan hingga Allah mewafatkannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
6. Target Menjaga Anggota Badan dari Hal-Hal yang Buruk
Menjaga lisan, pandangan, dan pendengaran merupakan hal yang sangat penting dalam menjalani Ramadan dengan penuh keberkahan. Puasa tidak hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk perkataan dan perbuatan yang dapat merusak nilai ibadah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minumnya. (HR. Bukhari no. 1903).
Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingatkan agar seorang muslim menjaga akhlaknya saat berpuasa:
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ ، أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ
Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah berkata-kata kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa. (HR. Bukhari no. 1904 dan Muslim no. 1151).
Oleh karena itu, seorang muslim harus berupaya menjauhi segala bentuk perkataan yang sia-sia, termasuk ghibah, fitnah, dan ucapan yang tidak bermanfaat. Selain menjaga lisan, menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan juga menjadi bagian dari kesempurnaan ibadah Ramadan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (QS. An-Nur: 30).
Dengan menjaga lisan, pandangan, dan pendengaran, seorang muslim dapat menjalani Ramadan dengan lebih baik dan memperoleh keberkahan yang lebih sempurna dalam ibadah puasanya.
Tulisan ini disampaikan dalam ceramah subuh Masjid Besar Sleman Kota
Ahad, 2 Ramadan 1446 H/2 Maret 2025
Oleh: Ahmad Fathan Hidayatullah, Ph.D.