Pemimpin adalah Cerminan Rakyat, Mari Introspeksi Diri!

Sebagai warga negara yang baik, kita tentu ingin bahwa negara Indonesia menjadi negara yang terus maju ke arah yang lebih baik, aman, tenteram, adil, dan makmur. Kita juga tentu berharap agar negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang bertakwa, yang dapat menjalankan roda kepemimpinan yang berintegritas. Ketika kita menginginkan pemimpin yang baik, terlebih dahulu hendaklah kita berkaca pada diri kita sendiri. 

Merenungi Firman Allah tentang Keadilan Kepemimpinan

Marilah kita coba renungkan firman Allah ta’ala berikut,

وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّى بَعْضَ ٱلظَّٰلِمِينَ بَعْضًۢا بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi penguasa bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Al-An’am: 129)

Mengutip dari tafsir “Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an” [1], dijelaskan bahwa ketika rakyat melakukan perbuatan zalim, berbuat kerusakan, dan melalaikan kewajiban, orang-orang zalim akan diangkat menjadi penguasa mereka. Akibatnya, mereka akan mendapatkan keburukan karena tidak memenuhi hak-hak Allah dan juga hak-hak para hamba Allah. Namun sebaliknya, jika senantiasa istikamah dalam kebaikan, niscaya Allah akan memperbaiki kondisi mereka dan mengangkat pemimpin yang adil bagi mereka.

Oleh karena itu, sebelum harapan kita untuk mendapatkan pemimpin yang baik dapat terwujud, marilah kita bersama-sama introspeksi diri terlebih dahulu. Ada sebuah kaidah mengungkapkan,

كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى عَلَيْكُمْ

“Bagaimanapun keadaan kalian (rakyat), maka begitulah keadaan pemimpin kalian.”

Kisah Ali bin Abi Thalib dan Pentingnya Kualitas Rakyat

Dikisahkan bahwa seorang khawarij pergi bertemu dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, kemudian berkata, “Wahai Khalifah, mengapa pada masa pemerintahanmu engkau banyak dikritik oleh orang-orang yang tidak seperti orang-orang yang ada pada masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar dan Umar?”. 

Kemudian Ali bin Abi Thalib menjawab, “Ini dikarenakan pada zaman Abu Bakar dan Umar yang menjadi rakyat adalah aku dan orang-orang yang semisalku. Sedangkan rakyatku adalah engkau dan orang-orang yang semisalmu! (Syarah Riyadhus Shalihin, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin) [2]

Kisah tersebut memberikan pelajaran penting tentang hubungan antara kualitas rakyat dan kualitas kepemimpinan. Dalam kisah tersebut, Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu mengingatkan bahwa perbedaan antara pemerintahannya dengan pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma bukan semata-mata disebabkan oleh perbedaan kualitas pemimpin, tetapi juga karena perbedaan kualitas rakyat yang dipimpin.

Introspeksi Diri sebagai Bagian dari Masyarakat

Secara tidak langsung, jawaban dari Ali radhiyallahu ‘anhu menggambarkan bahwa rakyat yang memiliki iman yang kuat, akhlak yang baik, dan semangat keislaman yang tinggi akan menghasilkan pemimpin yang juga memiliki sifat-sifat tersebut. Sebaliknya, jika rakyat memiliki moralitas yang rendah, pemimpin yang muncul dari kalangan tersebut mungkin akan menghadapi lebih banyak kritik dan tantangan dalam menjalankan pemerintahan.

Kisah ini mengajarkan pentingnya introspeksi diri bagi setiap individu sebagai bagian dari masyarakat. Sebelum kita mengkritik, menuntut banyak hal, dan melihat berbagai kesalahan maupun kekurangan dari pemimpin, hendaklah kita bertanya pada diri sendiri. Apakah kita sudah menjadi rakyat yang baik? Apakah kita sudah berupaya memperbaiki diri kita ke arah yang lebih baik? Apakah kita sudah menjadi rakyat yang layak untuk dipimpin oleh pemimpin yang baik? Apakah kita sudah memberikan dukungan dan membantu mewujudkan kemaslahatan di tengah masyarakat? Apakah kita telah memberikan nasihat yang baik kepada pemimpin kita dengan cara yang baik?

Hadis tentang Sikap Umat Islam terhadap Pemimpin

Dalam sebuah hadis dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ ». قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ « لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ 

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” Kemudian seseorang mengatakan, ”Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka dengan pedang?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak, selama mereka masih mendirikan salat di antara kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang kalian benci, maka bencilah perbuatannya dan janganlah kalian melepas ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1855)

Hadis ini memberikan ilustrasi tentang cara umat Islam seharusnya bersikap terhadap pemimpin mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sebaik-baik pemimpin adalah yang mencintai rakyatnya dan dicintai oleh rakyatnya, yang mendoakan kebaikan bagi rakyatnya dan juga didoakan oleh rakyatnya. 

Hubungan yang harmonis antara pemimpin dan rakyat adalah tanda bahwa pemimpin tersebut menjalankan tugasnya dengan baik dan adil, serta memimpin dengan cara yang membawa kebaikan bagi semua. Di sisi lain, seburuk-buruk pemimpin adalah yang membenci rakyatnya dan dibenci oleh rakyatnya. Hal ini dapat memicu kebencian dan permusuhan hingga keduanya saling melaknat. Ini mencerminkan kepemimpinan yang zalim dan tidak berpihak pada kemaslahatan umum.

Kritik yang Tepat dan Ketaatan dalam Islam

Hadis tersebut juga menekankan pentingnya stabilitas dan kesatuan dalam masyarakat. Hadis tersebut juga mengingatkan bahwa kritik terhadap pemimpin harus disampaikan dengan cara yang tepat dan tetap dalam kerangka ketaatan yang dibenarkan oleh syariat Islam. Ketika menghadapi pemimpin yang melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh rakyat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan bahwa kita seharusnya membenci tindakan buruknya. Namun, kita tetap menjaga ketaatan selama pemimpin tersebut masih menjalankan salat dan menegakkan syariat Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya untuk memberontak atau menggunakan kekerasan selama pemimpin tersebut masih menjalankan kewajiban dasarnya sebagai seorang muslim. Ketaatan kita kepada pemimpin merupakan implementasi nyata dari perintah Allah sebagaimana firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (Q.S. An-Nisa: 59)

Keimanan dan Ketakwaan sebagai Kunci Keberkahan Negeri

Salah satu di antara upaya kita secara pribadi selaku muslim agar bangsa ini dipimpin oleh pemimpin yang baik adalah dengan memperbaiki diri dengan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Keimanan dan ketakwaan bukan hanya berdampak pada kehidupan pribadi seseorang, tetapi juga memiliki efek yang signifikan terhadap kondisi suatu negeri secara keseluruhan. Dalam Al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Q.S. Al-A’raf: 96)

Allah ta’ala menjelaskan dalam ayat tersebut bahwa keberkahan dari langit dan bumi akan dilimpahkan kepada penduduk suatu negeri jika mereka beriman dan bertakwa. Keberkahan ini bisa berupa kemakmuran, ketenangan, keamanan, dan segala bentuk kebaikan yang menjadi penopang kesejahteraan hidup masyarakat.

Dampak Positif Iman dan Takwa bagi Masyarakat

Iman yang kokoh dan ketakwaan yang mendalam akan mendorong setiap individu dalam masyarakat untuk menjalankan hidup sesuai dengan aturan Allah ta’ala. Mereka akan menjauhi kemaksiatan, ketidakadilan, dan perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain. Ketika masyarakat secara kolektif berpegang teguh pada keimanan dan ketakwaan, Allah akan membuka pintu-pintu rahmat-Nya, memberikan rezeki yang melimpah, dan menjauhkan mereka dari berbagai musibah.

Akibat dari Berpalingnya Masyarakat dari Iman dan Takwa

Namun, ketika penduduk suatu negeri berpaling dari iman dan takwa, serta mendustakan ayat-ayat Allah, mereka akan menghadapi akibat dari perbuatan mereka sendiri. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut, Allah akan mencabut keberkahan dan menggantinya dengan kesulitan, ketidakstabilan, dan bencana yang merupakan hasil dari kezaliman dan kedurhakaan mereka.

Tanggung Jawab Muslim dalam Memperbaiki Diri

Oleh karena itu, sebagai muslim, kita memiliki tanggung jawab untuk terus memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita. Ini bukan hanya demi kebahagiaan dan keselamatan pribadi, tetapi juga demi kebaikan dan keberkahan bagi negeri yang kita tinggali. Dengan iman dan takwa, kita berharap agar Allah ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita dan menjaga negeri ini dalam keadaan yang aman, tenteram, adil, dan makmur.

Doa untuk Pemimpin dan Negeri

Dalam sebuah riwayat, Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah pernah berkata yang artinya, 

“Seandainya aku memiliki satu doa yang mustajab, maka aku akan mendoakan kebaikan untuk pemimpinku.” Ketika ditanya mengapa demikian, beliau menjawab,” Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka doa itu hanya akan memberikan manfaat bagiku saja. Akan tetapi apabila doa tersebut aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.” (Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim Al Ashfahaniy)

Oleh karenanya kebaikan seorang pemimpin akan dirasakan oleh seluruh rakyat dan negara. Sebab, jika pemimpin baik, kebijakan dan keputusannya akan membawa manfaat yang besar bagi umat.

Melalui tulisan ini, kami mengajak diri kami pribadi dan para pembaca sekalian untuk tidak henti-hentinya mendoakan kebaikan untuk para pemimpin bangsa Indonesia. Kita memohon kepada Allah untuk kebaikan bangsa dan negara ini. Marilah kita mendoakan para pemimpin kita agar mereka diberikan petunjuk oleh Allah ta’ala untuk selalu berjalan di atas jalan yang benar, memimpin dengan keadilan, dan senantiasa menjaga kesejahteraan demi kemaslahatan umat. Dengan doa-doa yang tulus, mudah-mudahan, negeri kita akan diberkahi dan dipimpin oleh pemimpin yang adil dan rakyat akan sejahtera.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، 

اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. 

اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ

“Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kaum muslimin sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada.”

اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى طَاعَتِكَ وَاهْدِهِمْ سَوَاءَ السَّبِيْلِ، 

اَللَّهُمَّ جَنِّبْهُمْ الْفِتَنَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Ya Allah, berikanlah taufik kepada pemimpin kami untuk menempuh jalan yang Engkau cintai dan Engkau ridai. Ya Allah, bantulah mereka dalam melakukan ketaatan kepada-Mu dan berilah mereka petunjuk ke jalan yang lurus. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari setiap fitnah dan masalah, baik yang tampak jelas maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. 

اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِهُدَاكَ وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِيْ رِضَاكَ، وَارْزُقْهُ الْبِطَانَةَ الصَّالِحَةَ النَاصِحَةَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

“Ya Allah, berilah kami keamanan di negeri kami, jadikanlah pemimpin kami dan penguasa kami orang yang baik. Jadikanlah loyalitas kami untuk orang yang takut kepada-Mu, bertakwa kepada-Mu, dan mengikuti ridha-Mu, yaa Rabbal ‘alamin. Ya Allah, berikanlah taufik kepada pemimpin kami untuk menempuh jalan petunjuk-Mu, jadikanlah sikap dan perbuatan mereka sesuai rida-Mu, dan berikanlah teman dekat yang baik untuk mereka, yaa Rabbal ‘alamin.”

Wallahu a’lam.

Referensi

[1] https://tafsirweb.com/2253-surat-al-anam-ayat-129.html
[2] https://rumaysho.com/7206-doa-untuk-pemimpin-negeri.html


Ahmad Fathan Hidayatullah
Tulisan ini dipersiapkan untuk khutbah Jumat di Masjid Ulil Albab, UII
23 Agustus 2024, 19 Safar 1446