Kajian FTI, 21 Oktober 2024/18 Rabiuts Tsani 1446
Oleh: Ahmad Fathan Hidayatullah

Setiap manusia tentu ingin hidup bahagia. Berbagai cara ditempuh untuk mencapai kehidupan yang nyaman dan menenteramkan hati. Sebagian orang mencari kebahagiaan melalui harta, kedudukan, atau popularitas, berharap bahwa hal-hal tersebut dapat memberikan kebahagiaan yang diidamkan. Namun, ada pula yang mencari kebahagiaan dengan cara-cara yang melanggar syariat Allah, seperti meminum khamar, berjudi, berzina, dan melakukan perbuatan maksiat lainnya, dengan harapan tindakan tersebut dapat memberikan kesenangan atau menjadi pelarian dari masalah.

Padahal, kebahagiaan sejati tidak diukur dari harta, jabatan, atau popularitas. Banyak orang yang secara lahiriah tampak kaya atau sukses, tetapi belum tentu mereka merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kita perlu selalu mengingat bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, sebuah persinggahan singkat sebelum menuju kehidupan yang sesungguhnya di akhirat. Dalam Islam, kebahagiaan yang hakiki bukan hanya terkait dengan urusan duniawi, tetapi juga terletak pada ketenangan hati dan kedekatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. 

Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Kitab Al Wabilush Shayyib menyebutkan,

ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم الله سبحانه وتعالى المسؤول المرجو الإجابة أن يتولاكم في الدنيا والآخرة وأن يسبغ عليكم نعمه ظاهرة وباطنة وأن يجعلكم ممن إذا أنعم عليه شكر وإذا ابتلي صبر وإذا أذنب استغفر فإن هذه الأمور الثلاثة عنوان سعادة العبد وعلامة فلاحه في دنياه وأخراه ولا ينفك عبد عنها أبدا فإن العبد دائم التقلب بين هذه الأطباق الثلاث

Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, Yang senantiasa diharapkan terijabahnya doa. Semoga Allah melindungi kalian di dunia dan akhirat. Semoga Allah senantiasa melapangkan nikmat-Nya baik secara lahir maupun batin. Semoga Allah pula menjadikan kalian menjadi orang-orang yang bersyukur ketika diberi nikmat, bersabar ketika ditimpa musibah, dan beristigfar ketika melakukan perbuatan dosa. Sesungguhnya tiga hal ini adalah tanda dan ciri kebahagiaan seorang hamba di dunia maupun di akhirat. Seorang hamba senantiasa akan berputar pada tiga kondisi ini [1].

1. Bersyukur apabila diberi nikmat

Read more

Siapa yang pernah sakit? Hampir semua orang pasti pernah merasakan sakit. Apapun jenis sakitnya, bagaimanapun level sakitnya, ringan maupun berat. Hanya saja, setiap orang memiliki persepsi masing-masing dalam menyikapi penyakitnya. Ada yang menerima dengan lapang dada lalu optimis sembuh. Ada pula yang merasa stres dan berat hati dalam menerimanya. Lalu, bagaimanakah semestinya seorang muslim/muslimah menyikapi sakit yang menimpanya? Lalu, pelajaran apakah yang dapat diambil dari sakit?

Iman kepada Qada dan Qadar

Iman kepada qada qadar merupakan bagian dari rukun iman. Adapun sakit merupakan salah satu dari qada (ketetapan) Allah subhanahu wa ta’ala. Menurut Syekh An-Nabhani dalam bab Al-qada wal Qadar, manusia berada dalam dua wilayah perbuatan yaitu wilayah ikhtiari dan qada [1].

1. Wilayah Ikhtiari

Pertama, wilayah ikhtiari yaitu wilayah manusia bisa memilih apakah ia melakukan suatu perbuatan atau meninggalkan perbuatan tadi, contohnya makan, minum, bekerja, dll [2]. Tentu saja ia akan dihisab atas segala pilihannya. Jika ia memilih perbuatan yang sejalan dengan syariat Islam, ia akan mendapat pahala. Namun, bila sebaliknya, ia akan mendapatkan dosa. 

2. Wilayah Qada

Kedua, wilayah qada yaitu wilayah yang mengendalikan seluruh perbuatan manusia. Manusia dipaksa untuk menerima semua yang terjadi pada wilayah tadi [3]. Misalnya, asal usul kelahiran, bentuk tubuh, hasil dari usaha (ikhtiar), kematian, musibah, termasuk sakit. Manusia tidak dihisab atas qada yang menimpanya, qada baik maupun qada buruk. Namun, bagaimana ia menyikapi qada tersebut, itulah yang akan dihisab. Jika ia menyikapi qada buruk yang menimpanya dengan lapang dada dan tetap berprasangka baik pada Allah serta tidak berputus asa, disediakan pahala untuknya sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Az-Zumar: 10. Bila sebaliknya, ia akan mendapat dosa. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, Read more

Dalam dunia kerja yang serba cepat, terutama dalam ekosistem startup, sering kali kita terjebak dalam ritme pekerjaan yang menuntut produktivitas tinggi, tetapi mengesampingkan dimensi spiritual. Dalam konteks Islam, bekerja bukan hanya soal memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi juga menjadi jalan untuk mencapai rida Allah. Etos kerja yang kuat bukanlah sekadar tentang hasil, tetapi tentang cara kita menjalani pekerjaan dengan niat ibadah dan penuh tanggung jawab.

Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menekankan pentingnya amanah dan tanggung jawab dalam setiap pekerjaan yang kita emban. Setiap kita, baik sebagai karyawan, pemimpin tim, atau pendiri startup, memegang amanah untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.

Menyelaraskan Niat dan Amal

Dalam Islam, segala sesuatu bermula dari niat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari, no. 1; Muslim, no. 1907).

Ketika kita memulai pekerjaan dengan niat ibadah, setiap aktivitas yang kita lakukan di dunia kerja, bahkan yang paling sederhana sekalipun, dapat bernilai pahala di sisi Allah. Dalam dunia startup, yang penuh dengan tekanan dan persaingan, memiliki niat yang lurus sangat penting agar setiap tindakan yang kita lakukan tidak hanya menguntungkan dari sisi bisnis, tetapi juga bermakna secara spiritual.

Kerja Keras dengan Tawakal

Read more

Dalam perjalanan hidup yang penuh dengan berbagai rintangan dan tantangan, kesabaran menjadi faktor kunci bagi seorang muslim yang ingin menjalani hidup dengan penuh makna dan kedamaian. Kesabaran, atau yang dalam bahasa Arab disebut “shabr,” adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dan menahan godaan di tengah berbagai situasi, baik yang menyenangkan maupun yang menantang. Dalam Islam, kesabaran adalah kualitas yang sangat dihargai dan dianggap sebagai salah satu dari pilar utama dalam mencapai kehidupan yang diberkahi oleh Allah Swt. Kesabaran mencakup tiga aspek penting yang menjadi landasan bagi kehidupan seorang Muslim:

  1. Ketabahan dalam menghadapi musibah.
  2. Keteguhan dalam menjalankan perintah Allah Swt.
  3. Kekuatan untuk menjauhi larangan-Nya.

Kesabaran: Perjuangan Aktif, Bukan Sikap Pasif

Kesabaran bukan sekadar sikap pasif atau penerimaan tanpa usaha, tetapi merupakan perjuangan aktif untuk tetap berada di jalur yang benar. Sifat kesabaran inilah yang menjadi penguat iman dan keyakinan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an:

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya, Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt. selalu bersama mereka yang bersabar, yang menahan diri dengan tetap melaksanakan kebaikan dan ketaatan, meskipun menghadapi ujian yang sulit. Kesabaran merupakan bentuk kepasrahan dan ketundukan kepada kehendak Allah Swt. Tiap Muslim yang bersabar akan mendapatkan balasan yang besar di akhirat.

Kesabaran dalam Menghadapi Ujian Hidup

Read more

Kita semua pernah merasakan kekecewaan ketika hasil yang kita capai tidak sesuai dengan harapan, baik dalam bentuk kegagalan, hambatan, atau hasil yang jauh dari impian. Namun, di balik setiap kegagalan, tersembunyi hikmah yang mungkin belum kita sadari atau pahami. Allah, Yang Maha Bijaksana, tidak pernah memberikan ujian atau cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Apa yang kita anggap sebagai kegagalan atau kemunduran, sejatinya merupakan bagian dari rencana terbaik yang Allah gariskan bagi kita untuk menempuh perjalanan hidup ini. Dengan menerima ketetapan-Nya dan bersikap ikhlas dalam setiap takdir yang telah ditentukan, hati kita akan dipenuhi dengan kedamaian. Dari situlah muncul kekuatan yang mendorong kita untuk bangkit, melangkah maju, dan berusaha menjadi lebih baik. Kegagalan bukanlah akhir, tetapi awal dari kesempatan baru untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Ujian Tidak Melebihi Kemampuan

Allah Swt. berfirman:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari kebajikan yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.'” (QS. Al-Baqarah: 286).

Ayat tersebut menegaskan bahwa setiap cobaan yang kita hadapi sudah diukur oleh Allah sesuai dengan kemampuan kita. Tidak ada ujian yang terlalu berat yang diberikan kepada kita tanpa diberikannya kekuatan untuk menghadapinya. Keyakinan ini mengajarkan kita untuk tetap optimis, meski hasil yang kita dapatkan tidak sesuai dengan keinginan. Read more

Dalam kehidupan modern ini, kemudahan dan kecepatan sering kali menjadi prioritas dalam bekerja dan mencari rezeki. Namun, Islam mengajarkan bahwa dalam mencari rezeki, kualitas dan keberkahan jauh lebih utama daripada jumlah atau kecepatan. Rezeki yang halal dan baik adalah rezeki yang mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 168:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.”

Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk memastikan bahwa rezeki yang diperoleh adalah rezeki yang halal dan baik.

Mencari Rezeki Halal di Era Modern

Di zaman yang serba cepat dan penuh persaingan, banyak orang tergoda untuk mencari rezeki dengan cara yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, seperti korupsi, penipuan, atau riba. Agama Islam dengan jelas melarang perbuatan ini, sebagaimana hadis yang disabdakan Rasulullan saw.:

كُلُّ لَحْمٍ وَدَمٍ نَبَتَا مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِمَا

Artinya: “Setiap daging dan darah yang tumbuh dari perkara haram, maka neraka lebih utama terhadap keduanya.” (HR. At-Thabrani).

Dengan demikian, seorang Muslim diingatkan untuk selalu berhati-hati dalam mencari rezeki dan memastikan penghasilan didapatkan dari sumber yang halal.

Mengutamakan Etika dalam Berbisnis

Read more

Di era internet ini, teknologi kecerdasan buatan (AI) terus mengalami perkembangan pesat dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan, salah satunya dalam bidang pendidikan. ChatGPT adalah salah satu bentuk aplikasi AI yang sangat populer di kalangan mahasiswa karena mampu memberikan jawaban cepat atas berbagai pertanyaan, termasuk yang berkaitan dengan agama. Mahasiswa dapat memperoleh informasi secara cepat tentang konsep dasar agama Islam, mulai dari penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an, hadis, hingga sejarah Nabi Muhammad dan rukun iman serta rukun Islam. Kecepatan dan kemudahan ini menawarkan solusi praktis bagi mahasiswa yang sibuk, yang seringkali membutuhkan informasi tanpa harus mengalokasikan waktu khusus untuk bertanya langsung kepada guru atau ulama.

Keterbatasan ChatGPT dalam Memahami Agama

Namun, meskipun ChatGPT dapat membantu memahami dasar-dasar agama, kita perlu memahami bahwa teknologi ini hanyalah alat, bukan guru atau ulama yang sesungguhnya. ChatGPT bekerja dengan merespons berdasarkan data yang diprogramkan, tanpa memiliki kemampuan untuk memahami agama secara mendalam atau memberikan interpretasi kontekstual. Dengan kata lain, ChatGPT tidak bisa menggantikan peran guru atau ulama dalam memberikan pemahaman agama yang bersandar pada sanad keilmuan yang terpercaya. Sebagai contoh, saat ditanya tentang tafsir mendalam atau konteks spesifik dalam ayat Al-Qur’an atau hadis, ChatGPT mungkin hanya memberikan jawaban yang terbatas pada informasi dasar atau pengertian umum, tanpa bisa menangkap substansi makna atau hikmah yang seharusnya dipahami dari sumber tersebut.

Peran Guru dalam Pendidikan Agama

Pengalaman saya sebagai musyrif dalam program pesantrenisasi Fakultas Teknologi Industri menguatkan hal ini. Selama mengajar, saya menyadari bahwa banyak mahasiswa lebih memilih bertanya langsung kepada ChatGPT untuk memahami masalah-masalah agama daripada bertanya kepada guru atau mencari referensi dari ulama yang terpercaya. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar dalam Islam, yang mengajarkan bahwa mencari ilmu agama sebaiknya dilakukan melalui perantara guru yang memiliki sanad keilmuan. Belajar agama secara langsung kepada guru merupakan praktik yang telah menjadi tradisi dalam pendidikan Islam dan bertujuan untuk memastikan bahwa ilmu yang diperoleh tidak hanya akurat, tetapi juga memiliki panduan moral yang jelas. Read more

Media sosial merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dakwah di era digital. Adapun media sosial yang dapat digunakan untuk menyampaikan dakwah yaitu Facebook, Instagram, Youtube, Tiktok, dan sebagainya. Dalam era digital yang terus berkembang pesat, metode penyampaian dakwah Islam juga mengalami transformasi signifikan. Masyarakat urban yang umumnya memiliki akses lebih besar terhadap teknologi dan internet, menjadi sasaran utama dalam pengembangan media dakwah digital.

Urgensi Media Dakwah Digital

Perkembangan teknologi telah mengubah cara masyarakat urban mengakses informasi dan berinteraksi satu sama lain. Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 77,02% pada tahun 2022, dengan mayoritas pengguna berada di wilayah perkotaan. Hal ini menunjukan bahwa media digital menjadi saluran yang sangat potensial untuk menjangkau masyarakat urban dalam kegiatan dakwah.

Dr. Yusuf al-Qaradawi, seorang ulama kontenporer, menekankan pentingnya memanfaatkan teknologi modern dalam dakwah. Beliau menyatakan bahwa penggunaan media digital tidak hanya diperbolehkan, tetapi juga menjadi keharusan dalam konteks kekinian. Dengan demikian, para dai dan lembaga dakwah perlu beradaptasi dan mengoptimalkan penggunaan media digital untuk menyebarkan ajaran Islam.

Bentuk-bentuk Media Dakwah Digital

Read more

Olahraga dan ibadah seringkali dianggap sebagai dua hal yang berbeda, bahkan mungkin bertolak belakang. Olahraga merupakan kegiatan fisik yang berfokus pada kebugaran tubuh, sedangkan ibadah merupakan aktivitas spiritual yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Namun, ternyata keduanya memiliki hubungan yang erat. Kesehatan fisik dan kebugaran jasmani yang diperoleh dari olahraga dapat meningkatkan kualitas ibadah. Sebaliknya, ibadah yang berkualitas mampu memberikan ketenangan pikiran yang mendukung aktivitas, termasuk olahraga.

Olahraga untuk Kesehatan Fisik dan Mental

Olahraga membantu menjaga berat badan ideal, meningkatkan kekuatan otot, melatih sistem kekebalan, dan memperkuat daya tahan tubuh. Ketika berolahraga, tubuh akan melepaskan hormon endorfin yang memberikan efek rileks dan bahagia. Selain itu, olahraga teratur dapat meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi stres, termasuk bagi orang tua maupun generasi muda.

Menjaga kesehatan tubuh adalah bentuk rasa syukur atas anugerah Allah Swt. Rasulullah saw. bahkan menganjurkan umatnya untuk memiliki tubuh yang kuat dan sehat. Beliau bersabda,

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah” (HR. Muslim).

Hubungan Antara Olahraga dan Kualitas Ibadah

Read more

Dalam perjalanan kembali ke Yogyakarta, tempatnya menempuh ilmu, gadis itu menatap jendela kereta malam hari. Gelap, seperti juga rasa gundah di hatinya.

Banyak tanya dan resah bermunculan di benaknya, bermuara pada pertanyaan, ‘Mengapa hidup terasa sulit?’ 

Bukan, bukan berarti ia ingin mengakhiri hidup, ia hanya sedang merasa gundah dengan segala permasalahan hidupnya.

Dari jendela kereta, lampu-lampu berkelebatan, sementara di langit bintang dan bulan menemani perjalanannya. Bukan gulita pekat, selalu ada kerlip cahaya yang tampak. Begitu pula isi hatinya, bukan kegundahan mutlak, selalu ada yang ia syukuri dalam hidupnya. Tapi tidak pula terang benderang seperti siang hari, seperti kehidupan teman-temannya. Atau begitulah yang ia kira..

Apakah kamu pernah berada pada posisi seperti gadis itu? Saat entah mengapa ada rasa gundah dan ragu, yang sulit untuk didefinisikan. Benar, pastilah semua manusia pernah (atau sedang) menjumpai masalah dalam hidupnya. Tidak ada manusia yang tanpa masalah. Manusia berjuang untuk menemukan kebahagiaan dalam hidupnya, tetapi apakah kebahagiaan itu?

Filosofi Mulur Mungkret Ki Ageng Suryomentaram

Ki Ageng Suryomentaram merupakan putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, putri Patih Danurejo VI. Ia kemudian melepas kebangsawanannya untuk hidup menjadi rakyat biasa sebagai petani. Ia menulis buku Kawruh Begja Sawetah, yang berisikan nasehat menuju jalan kebahagiaan. Read more