Oleh: Ahmad Fathan Hidayatullah

Selama kita hidup, kita tidak akan lepas dari berbagai macam ujian dan fitnah yang menguji keimanan kita. Allah ta’ala berfirman,

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S. Al-Ankabut: 2)

 

وَلَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَلَيَعْلَمَنَّ ٱلْكَٰذِبِينَ

“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S. Al-Ankabut: 3)

Kedua ayat di atas menegaskan bahwa ujian pasti Allah berikan kepada manusia yang beriman untuk menampakkan siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang berdusta dengan keimanannya. Imam Ibnul Qayyim menyebutkan dalam Ighatsatul Lahafan[1] bahwa ujian atau fitnah bagi manusia terbagi menjadi dua, yaitu fitnah syahwat dan fitnah syubhat. Read more

oleh Muhammad Sayyid Tsabit Anfaresi

Manusia adalah makhluk yang ‘berkeyakinan’, yakni meyakini adanya benar dan salah. Ia dibekali beberapa sifat untuk mendekati kekuatan yang paling sempurna, ditandai dengan adanya rasa takut, cinta, dan tunduk. Ketiganya biasa kita sebut dengan ‘perangai’ dan mungkin merupakan perangai paling awal yang ditanamkan dalam jiwa manusia [1]. 

Al-Qur’an mengemukakan sebuah contoh tentang rasa rindu manusia kepada kesempurnaan sebagaimana yang dialami Nabi Ibrahim alaihissalam. Pada kasus Nabi Ibrahim alaihissalam, kita dapat melihat gambaran tentang pencarian dan ketundukan manusia terhadap kekuatan supranatural kendatipun sebenarnya tidak mutlak. Kemudian lahirlah bentuk penyembahan terhadap fenomena-fenomena alam, matahari, dan bulan. Sebagaimana dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala di Surah Al-An’am (74-79), yang artinya,

    1. Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan?” Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.”
    2. Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.
    3. Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inikah Tuhanku?” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”
    4. Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inikah Tuhanku?”[11] Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”
    5. Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inikah Tuhanku?”, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.”
    6. Aku hadapkan wajahku kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Dari ayat di atas, kita memahami bahwa Tuhan sudah tentu mempunyai kemampuan dan bersifat kekal. Sifat kekal hanya dimiliki oleh Allah subhanahu wa ta’ala saja dan tidak mungkin dimiliki oleh makhluk. Fenomena-fenomena lain adalah lenyapnya ‘tuhan-tuhan’ itu dalam pandangan Nabi Ibrahim alaihissalam. Sementara itu, tetapnya kemampuan Sang Pencipta tercermin pada fenomena-fenomena makhluk dan dalam kekekalan wujud dan ciptaan. Ini merupakan sebab awal dan terpenting dari lahirnya kepercayaan, yaitu bahwa manusia tidak dapat merealisasikan kemanusiaannya dalam hidup kecuali dengan iman.  Read more

Sebagai warga negara yang baik, kita tentu ingin bahwa negara Indonesia menjadi negara yang terus maju ke arah yang lebih baik, aman, tenteram, adil, dan makmur. Kita juga tentu berharap agar negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang bertakwa, yang dapat menjalankan roda kepemimpinan yang berintegritas. Ketika kita menginginkan pemimpin yang baik, terlebih dahulu hendaklah kita berkaca pada diri kita sendiri. 

Merenungi Firman Allah tentang Keadilan Kepemimpinan

Marilah kita coba renungkan firman Allah ta’ala berikut,

وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّى بَعْضَ ٱلظَّٰلِمِينَ بَعْضًۢا بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi penguasa bagi sebahagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.” (Al-An’am: 129)

Mengutip dari tafsir “Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an” [1], dijelaskan bahwa ketika rakyat melakukan perbuatan zalim, berbuat kerusakan, dan melalaikan kewajiban, orang-orang zalim akan diangkat menjadi penguasa mereka. Akibatnya, mereka akan mendapatkan keburukan karena tidak memenuhi hak-hak Allah dan juga hak-hak para hamba Allah. Namun sebaliknya, jika senantiasa istikamah dalam kebaikan, niscaya Allah akan memperbaiki kondisi mereka dan mengangkat pemimpin yang adil bagi mereka.

Oleh karena itu, sebelum harapan kita untuk mendapatkan pemimpin yang baik dapat terwujud, marilah kita bersama-sama introspeksi diri terlebih dahulu. Ada sebuah kaidah mengungkapkan,

كَمَا تَكُوْنُوْنَ يُوَلَّى عَلَيْكُمْ

“Bagaimanapun keadaan kalian (rakyat), maka begitulah keadaan pemimpin kalian.”

Kisah Ali bin Abi Thalib dan Pentingnya Kualitas Rakyat

Read more

Kemerdekaan adalah salah satu nikmat terbesar yang diberikan Allah ta’ala kepada umat manusia. Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia adalah atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Saat ini, pada 17 Agustus 2024, bangsa Indonesia telah menikmati kemerdekaan hingga 79 tahun lamanya. Kita patut bersyukur bahwa bangsa ini masih tegak berdiri hingga saat ini.

Perjuangan Menuju Kemerdekaan

Perlu kita ketahui bahwa kemerdekaan yang telah diraih bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah. Atas izin Allah, kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan dan pengorbanan para pahlawan demi membela serta mempertahankan tanah air. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, mensyukuri nikmat kemerdekaan bukan hanya sebatas ucapan syukur, tetapi juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang mencerminkan ketaatan kita kepada Allah ta’ala.

Pentingnya Bersyukur atas Nikmat Kemerdekaan

Allah ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an: Read more

Oleh: Fajar Setiawan (Laboran Jurusan Informatika UII)

Kita sering lupa dengan sesuatu hal yang sangat penting bagi kehidupan kita. Persoalan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya merupakan persoalan yang sangat penting dan mendasar. Untuk itu, Nabi memberikan peringatan kepada umat Islam dengan wasiatnya yang sangat terkenal dan sering kita dengar, agar benar-benar memperhatikan momen-momen penting dalam kehidupan dan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin.

Imam Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak kemudian Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’abul Iman serta yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi memberi nasehat kepada seseorang dengan bersabda,

 

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum sakitmu, masa kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum masa sibukmu dan masa hidupmu sebelum kematianmu.”
(H.R. Ibnu Abi Ad-Dunya, Al-Hakim no. 7846, dan Al-Baihaqi no.10248)

Nabi memberikan arahan kepada umatnya agar memanfaatkan berbagai kesempatan dalam hidup ini untuk beramal demi akhirat dengan mengisi waktu dengan ketaatan karena hal itu merupakan umur manusia di dunia ini dan simpanannya di akhirat nanti.

Dalam hadis ini, Nabi memberitahu lima area dalam hidup yang bisa diambil manfaatnya sebelum datangnya lima halangan yang diperkirakan akan datang di masa depan: Read more

Dampak Negatif Hoaks dan Stereotip Negatif

Media massa memiliki peran yang signifikan dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap Islam dan umat Muslim. Banyaknya hoaks yang dibuat-buat dan diumbar melalui berbagai kanal dapat memperkeruh pemahaman masyarakat terhadap agama Islam, meningkatkan ketidakpercayaan, dan  memperdalam kesenjangan antar kelompok. Seringkali media massa menjadi platform untuk menyebarkan stereotip negatif dan prasangka terhadap Islam, yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat secara keseluruhan.

Prinsip Kebenaran dalam Islam

Hal ini bertentangan dengan prinsip kebenaran yang diajarkan dalam agama Islam. Disebutkan dalam surat Al-Hujurat ayat 6, bahwa kita diperintahkan untuk memeriksa kebenaran suatu berita sebelum menyebarkannya. Ayat Al-Qur’an mengajarkan bahwa pengetahuan yang benar harus diperoleh sebelum membuat penilaian.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. Al Hujurat [49]:6)

Penyebaran Islamofobia dan Prinsip Keadilan

Read more

Quarter Life Crisis adalah fase krisis seperempat abad yang bisa diartikan sebagai kondisi psikologis yang tidak stabil. Krisis tersebut biasanya terjadi pada seseorang ketika menginjak usia 20-30 tahun. Individu yang sedang mengalami quarter life crisis sering kali mengalami berbagai masalah emosional seperti perasaan kekhawatiran berlebih, depresi, bahkan frustrasi karena merasa terjebak dalam ketakutan akan masa depan seputar karir, hubungan asmara, dan kondisi finansial.

Alasan saya mengambil tema di atas karena saat ini saya sedang berada dalam fase kehidupan tersebut dan tidak dipungkiri dalam waktu-waktu tertentu saya sering merasakan kekhawatiran tentang masa depan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu, saya ingin berusaha untuk mencari dan berbagi solusi untuk menghadapinya.

Salah satu tips untuk menghadapi Quarter Life Crisis adalah dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup karena sejatinya Al-Qur’an memiliki segala solusi dari permasalahan hidup yang dialami umat manusia. Berikut beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menghadapi Quarter Life Crisis dengan berpedoman kepada Al-Qur’an: Read more

Di tengah rutinitas kampus yang padat, dari berburu deadline, menghadapi presentasi, hingga merencanakan masa depan, kadang kita terjebak dalam pusaran kecemasan dan lupa pada satu kebenaran penting: kita tidak pernah sendiri. Setiap langkah kita, dalam suka maupun duka, selalu di bawah pengawasan dan perlindungan Allah Swt. Analogi sederhana dalam kehidupan kampus berikut ini mungkin bisa membantu kita menyadari lebih dalam tentang hal tersebut.

Peran Orang Tua dalam Kehidupan Kita

Saat kita pulang ke rumah, lelah dan letih, lalu disambut dengan hangat oleh orang tua yang telah menyiapkan makan malam atau sekadar bertanya tentang hari kita. Mereka, dengan cara mereka sendiri, selalu ada untuk memberikan dukungan, baik dalam bentuk pelukan hangat maupun nasihat tegas saat kita membutuhkannya. Perlindungan dan pengawasan Allah Swt. sungguh jauh lebih dari hal itu semua, dalam skala yang jauh lebih besar dan dalam setiap detik kehidupan kita.

Bantuan Tak Terduga

Read more

Menumbuhkan kepedulian sosial merupakan aspek penting dalam ajaran Islam yang menekankan nilai kemanusiaan dan keadilan. Dalam Islam, kemanusiaan dipahami sebagai penghormatan terhadap martabat manusia dan pemenuhan hak asasi manusia. Sementara  itu, keadilan merupakan prinsip utama dalam hubungan sosial dan moral. Dengan memahami konsep ini, umat Islam diajak untuk aktif menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kegiatan sehari-hari, dengan senantiasa memberikan pertolongan kepada sesama yang sedang membutuhkan dan berkomitmen untuk bertindak adil dalam segala aspek kehidupan. Melalui pemahaman ajaran Islam tentang  kemanusiaan dan keadilan, diharapkan dapat terwujud masyarakat yang lebih peduli, inklusif, dan berkeadilan bagi semua.

Kemanusiaan dalam Pandangan Agama Islam

Salah satu nilai utama dalam agama Islam adalah kemanusiaan. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. berfirman,

“Dan sesungguhnya Kami telah menghormati anak-anak Adam, Kami angkut mereka di darat dan di laut, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa: 70)

Ayat tersebut menerangkan bahwa Allah telah menghormati manusia dengan memberi mereka nikmat dan kelebihan yang tidak sewajarnya dimiliki oleh makhluk-makhluk Allah yang lain. Ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki martabat yang harus dihormati.

Rasulullah saw. juga mengajarkan pentingnya kemanusiaan dalam berbagai hadisnya. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah bersabda, Read more

Sesungguhnya Islam itu bermula dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana ia bermula, maka beruntunglah orang-orang yang asing” (Shahih Muslim dari Abi Hurairah)

Dalam zaman yang semakin modern ini, pengaruh budaya luar telah begitu merasuk ke dalam kehidupan kita di indonesia, terutama bagi umat muslim. Media sosial, film, musik, dan gaya hidup modern menjadi sarana utama dalam menyebarluaskan nilai-nilai dan gaya hidup yang sering bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini membawa dampak yang cukup rumit. Di satu sisi, kita semakin terhubung dengan dunia luar. Namun, di sisi lain, kita merasa semakin asing dengan keislaman kita sendiri.

Semakin terbuka dengan budaya luar membuat kita semakin bingung membedakan mana yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan mana yang tidak. Terutama bagi anak-anak muda dan generasi mendatang, mereka terpapar pada gambaran kehidupan yang tidak selalu sejalan dengan ajaran Islam. Inilah yang seringkali memicu krisis identitas di kalangan umat muslim. Mereka merasa terjebak di antara tuntutan budaya modern dan panggilan agama mereka. Belum lagi sulitnya membedakan antara apa yang sesungguhnya ajaran agama Islam dan apa yang bersifat cultural appropriation. Read more