Oleh: Ahmad Fathan Hidayatullah
Selama kita hidup, kita tidak akan lepas dari berbagai macam ujian dan fitnah yang menguji keimanan kita. Allah ta’ala berfirman,
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S. Al-Ankabut: 2)
وَلَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَلَيَعْلَمَنَّ ٱلْكَٰذِبِينَ
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S. Al-Ankabut: 3)
Kedua ayat di atas menegaskan bahwa ujian pasti Allah berikan kepada manusia yang beriman untuk menampakkan siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang berdusta dengan keimanannya. Imam Ibnul Qayyim menyebutkan dalam Ighatsatul Lahafan[1] bahwa ujian atau fitnah bagi manusia terbagi menjadi dua, yaitu fitnah syahwat dan fitnah syubhat. Read more