Penulis: Ahmad Fathan Hidayatullah

Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Qur’an diturunkan pada lailatul qadar di bulan Ramadan yang mulia, sebagaimana firman-Nya,

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). (QS. Al-Baqarah [2]: 185)

Di ayat yang lain Allah berfirman,

ﺇِﻧَّﺎ ﺃَﻧﺰَﻟْﻨَﺎﻩُ ﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ‏

Sesungguhnya kami menurunkan Al-Qur’an pada malam kemuliaan (Lailatul qadr). (Al-Qadr [97]: 1).

Berhentilah Sejenak, Renungi Maknanya!

Namun sangatlah disayangkan, kita dapati sebagian dari umat Islam masih ada yang kurang perhatian terhadap Al-Qur’an. Sebagian dari kita jarang dan tidak pernah membaca ataupun mempelajari Al-Qur’an. Atau sebagian dari umat Islam hanya sekadar membacanya tanpa mengetahui isi kandungannya. Lebih parahnya lagi, masih ada pula umat yang mengaku muslim namun tidak peduli sedikitpun dengan Al-Qur’an.

Mengenai kondisi tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengadukan kepada Allah yang terdapat dalam firman-Nya,

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

Rasul berkata, “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (QS. Al-Furqan [25]: 30)

Padahal Al-Qur’an diturunkan oleh Allah agar kita umat manusia untuk dibaca, diambil pelajaran darinya, dan direnungi maknanya (Khalil, 2019). Imam Al Ghazali rahimahullah (Al-Ghazali, 2003) menyebutkan bahwa, Read more

oleh Asti Maharti Niken Sari

Puasa adalah salah satu dari rukun Islam yang ketiga, setelah mengucapkan dua kalimat syahadat dan salat. Secara bahasa, puasa berarti menahan. Adapun secara istilah, puasa merupakan ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit matahari sampai tenggelam matahari [1]. 

Asy Syaikh ‘Alwi dalam Mukhtashar Fiqh Shaum [1] menjelaskan mengenai beberapa hikmah puasa. Di antara hikmah puasa adalah untuk mengingatkan umat Islam agar bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala. Selain itu, dengan berpuasa kita dituntut untuk dapat mengendalikan diri kita. Oleh karena itu, seorang muslim akan berusaha untuk menahan emosinya dan berpikiran jernih saat menjalani hari-harinya. Ibadah puasa memiliki keistimewaan di mana Allah mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dan Allah Ta’ala sendiri yang akan membalas pahalanya [2]. 

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’” (HR. Bukhari no. 1761 dan Muslim no. 1946)

Dalam syariat Islam, selain puasa wajib, ada pula ibadah puasa yang juga dianjurkan atau bersifat ibadah sunah. Berikut ini penjelasan tentang puasa wajib dan puasa sunah. Read more

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اِذَا زُلۡزِلَتِ الۡاَرۡضُ زِلۡزَالَهَا

1. Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat,

وَاَخۡرَجَتِ الۡاَرۡضُ اَثۡقَالَهَا

2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,

وَقَالَ الۡاِنۡسَانُ مَا لَهَا‌

3. Dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?”

يَوۡمَٮِٕذٍ تُحَدِّثُ اَخۡبَارَهَا

4. Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,

بِاَنَّ رَبَّكَ اَوۡحٰى لَهَا

5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya.

يَوۡمَٮِٕذٍ يَّصۡدُرُ النَّاسُ اَشۡتَاتًا ۙ لِّيُرَوۡا اَعۡمَالَهُمۡؕ

6. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya.

فَمَنۡ يَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرًا يَّرَهٗ

7. Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya,

وَمَنۡ يَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ

8. dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

(QS. Al-Zalzalah (Kegoncangan): 1-8)

Pendahuluan

Alhamdulillahirobbil’alamin, 

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Ta’ala yang senantiasa memberikan kita ketenangan, ketentraman dan keberkahan. Selawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sahabatku semuanya,

Seluruh makhluk yang hidup di dunia ini adalah ciptaan Allah Ta’ala, Dzat Yang Maha Hidup, Yang Maha Pemurah, Maha Penolong, Maha Pemaaf dan Maha Pemberi Pertolongan.

Sahabatku, Read more

Oleh: Kurniawan D. Irianto

Pendahuluan

Sudah menjadi naluri manusia bahwa ketika kita ditimpa sebuah musibah atau cobaan, pasti kecenderungan hati kita akan bersandar kepada suatu Dzat. Hal ini dapat terjadi pada orang yang beriman maupun orang yang tidak beriman, seperti halnya kaum musyrikin yang menyembah Tuhan selain Allah ﷻ dan orang ateis yang tidak percaya keberadaan Tuhan Sang Pencipta. Meskipun orang ateis secara lisan mengingkari adanya Tuhan Sang Pencipta, sesungguhnya hati mereka pasti tidak akan mengingkari dan selalu bersandar kepada Tuhan Sang Pencipta.

Hal ini sejalan dengan apa yang diceritakan dalam Al-Qur’an ketika kaum musyrikin berada di atas kapal di tengah lautan. Saat itu mereka sedang dalam kesulitan diterjang badai yang sangat dahsyat. Mereka merasa bahwa jiwa mereka tidak akan terselamatkan dan binasa kecuali dengan pertolongan Allah ﷻ. Kemudian mereka berdoa dan mohon pertolongan kepada Allah ﷻ dan Allah menyelamatkan mereka dari musibah tersebut. Namun, ketika mereka telah sampai di daratan, mereka kembali kufur. Allah ﷻ berfirman: 

فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ

Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS. Al-Ankabut: 65)

Sebagai seorang yang beriman dan percaya kepada Allah ﷻ, kita diajarkan untuk selalu berdoa kepada Allah ﷻ secara langsung tanpa perantara, baik dalam keadaan susah maupun keadaan senang. Semua kebutuhan, kesulitan, dan permasalahan kita, hendaknya kita mengadu, berserah diri dan minta pertolongan hanya kepada Allah ﷻ. Percayalah bahwa Allah ﷻ pasti akan mengabulkan semua doa-doa hambanya. Allah ﷻ berfirman di dalam Al-Quran:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Rabbmu berfirman: berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min: 60)

Bahkan di dalam ayat tersebut dijelaskan pula bahwa orang-orang yang tidak mau berdoa kepada Allah adalah orang-orang yang sombong dan tidak mau beribadah kepada-Nya. Perlu kita ketahui bahwa sesungguhnya doa adalah termasuk dari ibadah. Berdoa kepada Allah juga merupakan sifat hamba-hamba-Nya yang shalih dan dengannya mereka dipuji dalam banyak ayat Al-Qur’an. Read more

Oleh Zulfahmi Kesuma A

Bumi, langit, dan apa saja yang berada di antara keduanya itu diciptakan Allah dalam enam hari (masa). Begitu informasi dari Al-Qur’an dalam surat As-Sajadah ayat keempat, Allah Ta’ala berfirman,

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ ۖ مَا لَكُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَلِىٍّ وَلَا شَفِيعٍ ۚ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ

“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. As-Sajadah: 4)

Padahal bagi Allah yang Maha Berkehendak dan Maha Berkuasa, bisa saja Allah menciptakan semuanya lebih cepat dari itu. Dalam sekejap. Kun, maka jadilah. Seperti yang ditegaskan di akhir surat Yasin (ayat 82), 

إِنَّمَآ أَمْرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيْـًٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82)

Jika Allah menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata “Jadilah!”. Maka jadilah sesuatu itu. Apa susahnya?

Pohon durian di belakang rumah saya setelah lima tahun ditanam, belum membuahkan hasil. Tidak saya pupuk, cuma saya wiridkan. Kok, durian? Read more

Penulis: Ibu Sri Kusumadewi

Setiap orang pasti memiliki harapan atau cita-cita agar masa depan mereka kelak akan menjadi lebih baik. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, terkadang dibutuhkan tahapan yang sangat panjang dan berliku. Banyak kendala yang harus dihadapi. Permasalahan datang silih berganti, sangat cepat, dan tak disangka-sangka. Banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan dalam meraih harapan, seperti biaya, waktu yang memadai, dukungan teknologi, atau dukungan pihak lain. Faktor-faktor tersebut dimungkinkan saling memengaruhi satu dengan yang lainnya sehingga tidak adanya dukungan dari salah satu faktor akan mengakibatkan kendala besar dalam meraih cita-cita.

Sebagai ilustrasi, Si Fulan adalah mahasiswa program magister yang sedang menyelesaikan tesis. Pada saat penyusunan proposal, Fulan dihadapkan pada kendala penolakan lokasi penelitian hingga berkali-kali. Setelah mendapatkan lokasi penelitian yang sesuai, ternyata data yang diperoleh tidak tersedia dengan baik. Ketika upaya penyempurnaan data telah dilakukan, Fulan dihadapkan pada kondisi di mana orang tua sudah tidak dapat memberikan dukungan biaya pendidikan karena di-PHK sebagai akibat pandemi Covid-19. Hal ini menyebabkan Fulan harus cuti satu semester untuk mengumpulkan uang dan membantu meringankan beban keluarga. Bukan suatu kebetulan bahwa perusahaan di mana Si Fulan memperoleh data penelitian memberikan tawaran pekerjaan dengan penghasilan yang menarik. Manajemen perusahaan terkesan dengan kepribadian dan kreativitas Fulan selama pengambilan data penelitian. Setelah uang terkumpul dan Fulan dapat kembali melanjutkan kuliah, tiba-tiba laptopnya rusak. Untung semua data sudah tersimpan di cloud. Namun, situasi ini menghambat Fulan untuk bergegas menyelesaikan tesis. Di penghujung masa penyelesaian tesis, Read more

Oleh R. Teduh Dirgahayu, Ketua Jurusan Informatika FTI UII

Selamat tahun baru 2023!

Tahun baru seringkali dikaitkan dengan rencana baru. Istilah populernya adalah “resolusi tahun baru”. Dalam resolusi itu, orang membuat janji kepada dirinya sendiri untuk melakukan beberapa perbaikan dalam hidupnya. 

Rencana baru tak hanya berlaku untuk individu. Bagi organisasi, rencana bahkan merupakan suatu syarat perlu agar dapat sukses dalam mencapai visi dan mengemban misinya. 

Rencana organisasi sering didasarkan pada tahun anggaran yang sama seperti tahun kalender. Demikian juga di semua unit di Universitas Islam Indonesia, termasuk di Jurusan Informatika dan program-program studi di dalamnya. Pada Januari 2023 ini, Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) 2023 sudah mulai dilaksanakan. 

Perencanaan organisasi merupakan hal penting karena akan membantu organisasi dalam menentukan tujuan, mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan, menentukan tindakan yang harus diambil, dan memantau kemajuannya. Perencanaan juga dapat menghindarkan organisasi dari masalah-masalah yang mungkin terjadi. Hal ini akan membuat organisasi melakukan seluruh aktivitasnya secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya.

Ketiadaan rencana organisasi yang baik dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain: Read more

Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menurunkan Al-Qur’an sebagai mukjizat yang agung. Al-Qur’an adalah pedoman bagi seluruh manusia yang berisi kabar gembira, peringatan, dan kisah-kisah umat terdahulu. Al-Qur’an adalah cahaya bagi seluruh manusia, memberikan keberkahan dalam kehidupan, serta memberikan petunjuk kepada jalan kebenaran.

Sebagai umat Islam, membaca Al-Qur’an sudah tentu menjadi salah satu aktivitas yang rutin dilakukan. Membaca Al-Qur’an, mendengarkan, merenungi maknanya, serta mengamalkan isi kandungannya akan berbuah kebaikan. Berinteraksi dengan Al-Qur’an dengan membacanya merupakan bentuk perniagaan yang tidak pernah merugi. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَٰرَةً لَّن تَبُورَ

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. (QS. Fathir: 29)

Namun sayangnya, masih ada sebagian dari umat muslim yang kurang peduli terhadap Al-Qur’an. Merasa berat membacanya, tidak mentadaburinya, enggan mempelajarinya atau bahkan meninggalkan Al-Qur’an sama sekali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengadukan kondisi umatnya tersebut kepada Allah yang termuat dalam firman-Nya,

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

Rasul berkata, “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (QS. Al-Furqan: 30)

Di sisi lain, Allah telah menerangkan bahwa Al-Qur’an ini mudah. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al-Qamar: 17)

Syaikh Abdurrahman As Sa’di dalam kitab tafsirnya[1] menjelaskan mengenai makna ayat di atas bahwa Allah Ta’ala memudahkan kata-kata di dalam Al-Qur’an untuk dihafal dan dijelaskan untuk dipahami dan diketahui. Al-Qur’an memuat kata-kata terbaik dengan makna yang paling benar dan penjelasannya paling gamblang. Barang siapa mempelajari Al-Qur’an, maka akan diberi kemudahan oleh Allah untuk mencapai tujuannya dengan sangat mudah.

Syaikh ‘Adil Muhammad Khalil menerangkan tentang makna kata mudah pada ayat tersebut dalam kitab Awwal Marrah at-Tadabbaru al-Quran[2]. Setidaknya, ada empat kemudahan yang tercakup dari firman Allah tersebut, yaitu kemudahan untuk dibaca, dihafal, dipahami, dan diamalkan. Dari penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa sekadar membaca Al-Qur’an saja tidak cukup karena ia perlu untuk direnungi maknanya dan diamalkan dalam keseharian kita. Karena sejatinya Al-Qur’an diturunkan untuk dipahami dan direnungi maknanya. Allah Ta’ala berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur`an ataukah hati mereka terkunci? (QS. Muhammad: 24).

Dalam Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Yang semestinya dilakukan terhadap Al-Qur’an ialah memahami makna dan mengamalkan isi kandunganya. Jika hal tersebut bukan tujuan utama dari seorang penghafal Al-Qur’an, maka ia tidak akan menjadi orang yang ahli ilmu dan ahli dalam agama.”[3]

Oleh karenanya, melalui tulisan ini semoga kita kembali bersemangat untuk terus membaca Al-Qur’an, mentadaburinya, mempelajarinya, dan berupaya semaksimal mungkin untuk mengamalkan isi kandungannya. Semoga Allah memberikan taufik dan kemudahan kepada kita sehingga kita semua termasuk ke dalam ahli Al-Qur’an. Amin Ya Rabbal ‘alamin.

Wallahu a’lam bishshawab.

Kulon Progo, 29 November 2022.

Ahmad Fathan Hidayatullah


[1] https://tafsirweb.com/10255-surat-al-qamar-ayat-17.html

[2] Khalil, ‘Adil Muhammad. Awwal Marrah at-Tadabbaru al-Quran.

[3] https://muslim.or.id/68662-wajibnya-mempelajari-dan-mentadabburi-al-quran.html

Bagi kita umat Islam, kalimat لَا إِلَهَ إِلاَّ الله merupakan kalimat yang sangat mulia dan memiliki keutamaan yang agung. Kalimat tersebut merupakan kalimat tauhid yang menjadi pondasi utama agama Islam. Selain itu, kalimat tersebut juga merupakan wujud persaksian yang diucapkan bersanding dengan kalimat muhammadur rasulullah. Persaksian tersebut merupakan rukun yang pertama dari rukun Islam. Dengan kalimat tersebut, Allah menciptakan para makhluk, mengutus para rasul, dan menurunkan kitab-kitab. Dengan kalimat tersebut pula manusia dapat dibedakan menjadi mukmin atau kafir, menjadi ahli surga atau menjadi ahli neraka. Allah Ta’ala berfirman,

شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ قَآئِمًۢا بِٱلْقِسْطِ ۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran: 18)

Dalam tafsir Al-Muyassar dijelaskan bahwa Allah mempersaksikan bahwa Read more

Playing a game is the voluntary effort to overcome unnecessary obstacles.

~Bernard Suites, Grasshopper: Games, Life, and Utopia (Boston: David R. Godine,1990) ~

Hambatan yang Tidak Perlu!

Suites memberikan sebuah definisi singkat mengenai “playing a game”, suatu upaya sukarela untuk mengatasi hambatan yang tidak perlu. Iya, Anda tidak salah baca, hambatan yang tidak perlu! Sebuah gim memiliki elemen formal, yang salah satunya adalah goals (tujuan). Dalam mencapai tujuan tersebut, terdapat aturan yang harus diikuti pemain. Adanya aturan menyebabkan hambatan (yang tidak perlu!) untuk mencapai tujuan tersebut.

Misalnya, dalam bermain catur, Read more