Kredibilitas Informasi dan Berita Hoaks dalam Islam
Informasi yang tidak kredibel atau yang biasa disebut “hoaks” adalah fenomena atau kejadian yang umum terjadi di masyarakat. Hoaks adalah suatu berita yang bertujuan untuk mengaburkan atau bahkan menutupi informasi yang sesungguhnya. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat, khususnya di Indonesia yang memiliki beragam budaya, suku, dan agama. Hoaks menyebar dengan luas karena perkembangan media sosial, seperti Facebook, WhatsApp, Twitter, dan lain sebagainya. Masyarakat zaman sekarang memiliki kebebasan tersendiri untuk menyampaikan, mencari, dan menerima informasi-informasi bahkan sampai lupa akan etika-etika dalam berkomunikasi.
Fenomena “hoaks” yang melanda belakangan ini bukanlah hal yang baru, melainkan sudah ada sejak pada zaman Nabi Muhammad SAW. Sehingga kita perlu melihat bagaimana Al-Qur’an dan Hadits membahas larangan menyebarkan hoaks. Kajian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan hoaks perlu dilakukan agar mengerti apa pesan moral yang terkandung dalam pedoman tersebut untuk menghadapi fenomena hoaks.
Sebenarnya, Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk tidak langsung menerima berita yang didapatkan secara mentah-mentah. Apalagi jika berita tersebut berasal dari orang-orang yang belum diketahui tentang kredibilitasnya. Islam mengajarkan untuk selalu melakukan tabayyun, yang artinya keharusan untuk melakukan verifikasi, dengan informasi yang didapatkan sebelum informasi tersebut disebarluaskan ke orang lain. Proses tabayyun ini telah dijelaskan di dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 6,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ – ٦
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat: 6)
Dari ayat tersebut, kita bisa mengambil pelajaran bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya selalu memeriksa kembali dengan teliti tentang berita-berita atau informasi yang didapatkan dari orang-orang fasik. Definisi dari orang fasik di sini adalah orang yang percaya kepada Allah SWT, tetapi tidak mengamalkan perintah-Nya, bahkan suka melakukan dosa. Salah satu contoh orang fasik adalah orang yang suka melakukan perbuatan dusta dan berbohong.
Penyebaran berita hoaks biasanya diperparah dengan adanya sekelompok manusia di masyarakat yang suka bergosip dan menjadikan gosip sebagai komoditas perdagangan sehari-hari untuk mendapatkan keuntungan materi semata. Perilaku gosip, tanpa disadari, sudah menjadi bagian dari aktivitas masyarakat dan hal ini bisa menjadikan orang kecanduan untuk bergosip. Padahal, Islam telah mengingatkan kepada kaum muslimin untuk menghindari perbuatan gosip karena menyebarluaskan gosip itu ibarat memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Allah SWT menjelaskan dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 12,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ – ١٢
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat: 12)
Orang-orang yang akan diminta pertanggung-jawaban oleh Allah SWT, kelak di akhir, tidak hanya orang yang membuat berita palsu saja, akan tetapi orang yang menyebarluaskan berita palsu juga. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nur ayat 11,
اِنَّ الَّذِيْنَ جَاۤءُوْ بِالْاِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْۗ لَا تَحْسَبُوْهُ شَرًّا لَّكُمْۗ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۗ لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ مَّا اكْتَسَبَ مِنَ الْاِثْمِۚ وَالَّذِيْ تَوَلّٰى كِبْرَهٗ مِنْهُمْ لَهٗ عَذَابٌ عَظِيْمٌ – ١١
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barangsiapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula). (QS. An-Nur: 11)
Oleh karena itu, penting bagi kaum muslimin untuk selalu melakukan tabayyun terlebih dahulu terhadap semua berita atau informasi yang diterima, sebelum menyebarkan berita tersebut ke orang lain. Karena, jika berita tersebut ternyata adalah hoaks atau berita bohong dan palsu maka orang yang menyebarkan berita tersebut akan mendapatkan dosa dan siksaan yang besar pula.
Kredibilitas Sumber Informasi
Perkembangan teknologi internet menyebabkan semua orang dapat mengakses media informasi dengan sangat mudah. Apalagi dengan jumlah smartphone yang setiap tahun mengalami peningkatan. Sehingga dalam sebuah keluarga, hampir semua anggota keluarga memiliki smartphone atau HP sendiri, dari anak kecil hingga orang dewasa. Ditambah lagi dengan tuntutan belajar online, dikarenakan pandemi Covid-19, menjadikan anak-anak SD sekarang (bahkan anak-anak TK pun) telah pandai dalam mengoperasikan smartphone. Oleh karena itu, edukasi tentang penggunaan smartphone dan internet dengan bijak dalam mengakses informasi adalah sangat penting agar terhindar dari berita hoaks dan penyebarannya.
Memilih sumber informasi yang kredibel adalah salah satu langkah penting agar tidak terjerumus ke dalam berita hoaks atau fake news. Ada beberapa strategi yang bisa kita lakukan.
Pertama, pertimbangkan sumber berita tersebut. Jika sumber informasi berasal dari website, cek kepemilikan website tersebut dan visi misinya.
Kedua, baca berita tersebut dengan teliti dan menyeluruh. Jangan hanya melihat dan membaca judulnya saja. Terkadang, judul dan isi berita sangat berbeda. Kebanyakan pembuat berita palsu dan hoaks saat ini membuat judul-judul berita yang dapat menarik pembaca meskipun isi dari berita tersebut sangat berbeda dari judul yang dibuat.
Ketiga, cek tentang penulis berita tersebut. Apakah penulis merupakan orang yang ahli di bidangnya dan dapat dipercaya? Apakah penulis sudah berpengalaman? Jika penulis adalah orang yang bukan ahli di bidangnya, tidak dikenal dan belum mempunyai pengalaman, maka ini perlu diragukan tentang kredibilitasnya.
Keempat, perhatikan tentang fakta yang disampaikan pada berita tersebut. Apakah ada fakta-fakta pendukung untuk membuktikan berita tersebut?
Kelima, lihat kembali tanggal berita tersebut dibuat. Jika berita tersebut sudah lama, periksa apakah isi berita masih relevan dengan kondisi saat ini. Tidak banyak orang yang menulis ulang atau posting ulang berita lama yang sudah tidak up to date dan relevan dengan kondisi saat ini. Mungkin saja sudah ada tulisan baru yang menghapus isi dari tulisan lama. Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat konteks isi berita atau tulisan tersebut dengan kondisi saat ini.
Keenam, perhatikan pemahaman kita terkait dengan berita tersebut. Jangan sampai, kita membaca tulisan secara subjektif yang mana perasaan pribadi sangat mempengaruhi dalam memberikan tafsir dan memahami tulisan tersebut. Kita harus memahami secara objektif.
Ketujuh, tanya kembali ke orang yang lebih ahli tentang isi berita tersebut. Kita bisa mengecek pemahaman kita dengan pemahaman orang yang ahli. Jika pemahamannya sama, maka ini menunjukkan bahwa kita sudah memahami isi berita dengan baik, sesuai dengan konteks dan isi berita.
Dalam Islam, metode memilih sumber informasi yang kredibel sudah diterapkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Salah satunya adalah tentang metode periwayatan sebuah hadits. Sebuah hadist shahih (benar) dapat diterima jika terpenuhi kelima syarat berikut: yaitu 1) ketersambungan sanad, 2) perawi adalah seorang yang ‘adil dan dhabith, 3) hafalan perawi kuat, 4) tidak ada syadz, dan 5) tidak ada ‘illah.
Seorang ulama yang bernama Mahmud Thahan dalam Kitab Taysiru Musthalahil Hadits, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘adil di sini adalah perawinya seorang muslim, berakal, tidak melakukan perbuatan fasik, dan tidak rusak moralnya. Sedangkan dhabith ialah perawi tidak bertentangan dengan perawi tsiqah lainnya, hafalannya tidak jelek, jarang salah, tidak lupa, dan tidak keliru. Oleh karena itu, jika ada seorang perawi yang melakukan perbuatan tercela dan pernah berbohong, maka perkataannya tidak dapat diterima. Dengan menerapkan metode periwayatan hadits yang baik dan benar, hadist-hadist yang kita terima dan baca hingga saat ini bisa terjaga, terjamin kebenarannya dan terhindar dari hadits palsu yang bisa kita analogikan seperti hoaks atau fake news.
Menolak Hoaks
Terdapat beberapa kategori melakukan deteksi hoaks melalui penerapan keilmuan informatika menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Xinyi Zhou dan Reza Zafarani pada tahun 2020. Kategorinya adalah: 1) Deteksi berbasis pengetahuan, 2) Deteksi berbasis gaya penulisan, 3) Deteksi berbasis propaganda, dan 4) Deteksi berbasis sumber.
Deteksi hoaks atau fake-news berbasis pengetahuan dilakukan melalui komparasi atau pengecekan dengan fakta. Hal ini sudah biasa dilakukan pada bidang jurnalisme yang mana setiap berita dicek keotentikannya. Deteksi model ini dibagi menjadi a) pengecekan secara manual oleh pakar di bidangnya atau pendapat orang banyak, dan b) pengecekan secara otomatis menggunakan konsep Information Retrieval, Natural Language Processing, dan Machine Learning. Sedangkan deteksi berbasis gaya penulisan mengarah pada maksud dari tulisan tersebut. Normalnya dilakukan pengecekan dengan menjawab pertanyaan: ‘apakah ada maksud yang tidak baik atau tidak tepat dari informasi yang disajikan?’ Maksud tersebut dapat dilihat secara tekstual maupun visual. Sehingga deteksi dapat dilakukan melalui teks atau gambar menggunakan pendekatan Machine Learning.
Deteksi dengan sudut pandang propaganda dilakukan dengan melihat penyebaran dari hoaksnya. Penyebaran akan dimodelkan secara formal dalam sebuah graf dan kemudian dilakukan pengecekan menggunakan pendekatan Machine Learning atau Neural Network. Sedangkan pada deteksi berbasis sumber, setiap informasi akan dilihat dari mana asalnya. Asal atau sumber berita dapat berupa penulisnya, penerbitnya, atau penyebarnya. Beberapa teknik dalam bidang pengenalan pola untuk mendeteksi spam dan perangkingan website dapat digunakan pada deteksi model ini.
Penutup
Pada dasarnya, hoaks adalah sebuah informasi yang memuat konten tidak baik dan memiliki efek buruk bagi konsumennya. Artinya, jika penyebaran hoaks dapat diminimalisir, baik dengan menggunakan keilmuan agama atau teknologi, maka masyarakat tidak akan jatuh pada informasi yang salah. Lebih jauh lagi, perpecahan dapat dihindarkan demi persatuan bangsa dan negara.
Penulis: Irving V. Paputungan dan Kurniawan D. Irianto
Dosen Informatika UII
Jurusan Informatika UII menerima kiriman artikel untuk ditampilkan pada Pojok Informatika dan Pojok Dakwah. Ketentuan dan prosedur pengiriman dapat dilihat pada laman berikut.