Sikap Intelektual Muslim dalam Menghadapi Teknologi AI

Saat ini teknologi telah berkembang dengan begitu pesat. Kita telah sampai pada era di mana kita tidak perlu lagi memasukkan data secara manual ke dalam Microsoft Excel. Kita tidak perlu lagi memulai dari awal ketika ingin memodifikasi suatu kode. Kita tidak perlu lagi menerjemahkan suatu riset secara manual dan kesulitan dalam memahaminya. Semua hal ini telah digantikan dengan automasi yang ditawarkan oleh perkembangan AI atau Artificial Intelligence.

Salah satu bukti nyata dari perkembangan AI tersebut adalah kemunculan suatu aplikasi ajaib serbabisa bertenagakan AI yang disebut ChatGPT. Semenjak kemunculannya di akhir tahun 2022, ChatGPT telah merevolusi kehidupan manusia di berbagai bidang, mulai dari pekerjaan korporat, kesehatan, hingga pendidikan. AI menawarkan kemudahan yang praktis dan efisien seperti mengerjakan pekerjaan administratif rutin, analisis penyakit dan kesehatan, hingga memberikan materi pembelajaran adaptif yang lebih personal dan efektif untuk murid.

Namun sayangnya, banyak orang, terutama pelajar baik SD, SMP, SMA, bahkan mahasiswa yang keliru dalam memanfaatkan kemampuan AI. Banyak di antara mereka yang menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka tanpa melibatkan pemikiran dan usaha mereka sendiri. Peserta didik sama sekali tidak belajar dan berusaha untuk mengerjakan tugasnya. Padahal, tentu saja perbuatan ini menyalahi etika dan integritas akademik. Peserta didik berbohong kepada gurunya bahwa merekalah yang mengerjakan tugas tersebut.

Lantas, bagaimana kita sebagai intelektual muslim dalam menyikapi hal terebut? Pertama-tama, tentu saja kita harus menyadari dan mensyukuri perkembangan AI yang begitu luar biasa ini sebagai suatu nikmat yang diberikan oleh Allah. Apabila digunakan dengan benar, AI dapat membantu kita menjadi lebih produktif dan kreatif. Nah, perlu kita ingat bahwa setiap nikmat yang diberikan di dunia ini kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Yang Maha Pemberi Nikmat.

Allah Taala berfirman:

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)” (QS. At Takatsur: 8).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan dalam kitab Taisir Al-Karimir Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan,

Nikmat yang telah kalian peroleh di dunia, apakah benar telah kalian syukuri, disalurkan untuk melakukan hak Allah dan tidak disalurkan untuk perbuatan maksiat? Jika kalian benar-benar bersyukur, maka kalian kelak akan mendapatkan nikmat yang lebih mulia dan lebih utama.”

Jadi, siapa nih yang masih suka menggunakan ChatGPT sepenuhnya untuk menyelesaikan tugas? Ingat, di akhirat kelak, kamu akan ditanya oleh Allah, untuk apa nikmat ChatGPT ini? Untuk apa nikmat kemudahan AI ini? Jangan sampai kita kesulitan menjawabnya karena kita pakai untuk berbuat curang, yaa.

Lalu, bagaimana kita memanfaatkan AI atau ChatGPT dengan benar? Kamu sebagai peserta didik tentu saja bisa menggunakan AI untuk melakukan intensifikasi ide. Kamu dapat berdiskusi dengan AI terkait ide yang kamu miliki, lalu berkolaborasi dengan AI. Dengan begitu, kamu akan mendapatkan perspektif yang baru dan pendekatan yang lebih variatif sehingga kamu akan terpaksa untuk berpikir kritis. Kamu juga akan terlatih untuk menginisiasi ide dan mengembangkan ide tersebut menjadi lebih menarik dan matang.

Perlu kamu ingat juga, setiap kali terlintas di pikiranmu untuk mengambil jalan pintas dengan menggunakan AI, Nabi Muhammad shallallahualaihi wasallam pernah bersabda

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ

“Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga.” (HR. Muslim).

Tetap semangat dalam jalan kebaikan yaa, teman-teman Zenfor! Semoga tulisan ini dapat membuka mata dan hati kita semua untuk menggunakan nikmat teknologi yang Allah telah berikan ini dengan sebaik-baiknya.


Penulis (Mahasiswa S-1 Informatika – Program Internasional): Muhammad Umar Arrasyid