,

Mobile Device & Mobile Learning di antara siswa SMP-SMA di Indonesia

Ahmad Rafie Pratama Disertation

Alhamdulillah, satu lagi dosen yang bergelar doktor di Jurusan Informatika UII, yaitu Bapak Ahmad M. Raf’ie Pratama, S.T., MIT., Ph.D. Beliau mendapatkan gelar doktor setelah menempuh pendidikan di State University of New York di Stony Brook, USA. Hingga saat ini, ada 8 dosen yang bergelar doktor di Teknik Informatika UII.
Pak Raf’ie, panggilan akrab beliau, melakukan riset yang berjudul “Mobile Device and Mobile Learning among Secondary School Students in Indonesia” untuk program doktornya. Riset ini memberikan gambaran mengenai analisis yang komprehensif terkait perangkat bergerak serta penggunaannya dalam proses pembelajaran (m-learning) di kalangan pelajar sekolah menengah di Indonesia. Data yang diperoleh berasal dari empat sekolah menengah (SMP dan SMA) di Jawa dan Kalimantan. Metode analisis data yang digunakan meliputi regresi logistik, korespondensi berganda (MCA), pemodelan persamaan struktural (SEM), dan pengujian hipotesis lainnya. Berikut adalah temuan dari riset beliau:


Disertasi ini bertujuan untuk memberikan analisis yang komprehensif dan mendalam terkait perangkat bergerak, terutama telepon pintar dan komputer tablet, beserta penggunaannya dalam proses pembelajaran (m-learning) di kalangan pelajar sekolah menengah di Indonesia. Studi ini dimulai dari analisis tentang kepemilikan perangkat bergerak di kalangan pelajar dan penggunaannya dalam keseharian mereka, terutama yang terkait dengan aplikasi bergerak, buku elektronik, e-learning, dan m-learning, sebelum diakhiri dengan usulan model penerimaan teknologi yang diperluas (extended TAM) yang dapat menjelaskan dan memprediksi penerimaan m-learning di kalangan pelajar sekolah menengah di Indonesia. Data yang digunakan diambil dari survei terhadap 1.157 pelajar dari empat sekolah menengah (SMP dan SMA) di dua pulau yang berbeda (Jawa dan Kalimantan). Metode analisis data yang digunakan meliputi regresi logistik, korespondensi berganda (MCA), pemodelan persamaan struktural (SEM), dan beberapa metode pengujian hipotesis statistik lainnya. Berikut adalah lima temuan utama dari disertasi ini:

  1. Laptop dan telepon pintar adalah dua piranti paling populer yang dimiliki oleh para pelajar di Indonesia, bahkan lebih dari 80% responden pada studi ini telah memiliki keduanya sekaligus. Terdapat perbedaan signifikan pada kepemilikan dan penggunaan perangkat bergerak di kalangan pelajar berdasarkan jenis kelamin, usia, lokasi, dan terutama status sosial ekonomi. Misal, laki-laki lebih condong kepada komputer desktop sementara perempuan lebih memilih komputer tablet, atau pelajar di luar Jawa yang lebih mengandalkan perangkat bergerak dibandingkan pelajar di pulau Jawa yang juga mengandalkan komputer desktop dan laptop selain telepon pintar dan komputer tablet.
  2. Lebih dari 98% pelajar yang menjadi responden di studi ini adalah pengguna media sosial reguler, 85% merupakan pengguna rutin aplikasi pendidikan setiap pekannya, dan 42% bermain gim setidak-tidaknya satu pekan sekali di perangkat bergerak yang mereka miliki. Terdapat perbedaan signifikan pada durasi dan frekuensi penggunaan aplikasi bergerak di tiga kategori tersebut pada beberapa kelompok pelajar yang berbeda. Misal, pelajar laki-laki memiliki frekuensi bermain gim yang lebih tinggi sementara pelajar perempuan cenderung menghabiskan waktu lebih lama di depan perangkat bergerak mereka setiap harinya. Pelajar SMA menghabiskan waktu lebih lama di depan perangkat bergerak setiap harinya, namun pelajar SMP menghabiskan waktu lebih lama untuk bermain gim di perangkat bergerak setiap harinya. Terakhir, pelajar yang memiliki perangkat bergerak mahal cenderung menghabiskan waktu lebih banyak di depan perangkat bergerak mereka setiap harinya, namun tidak ada perbedaan signifikan dalam frekuensi penggunaan aplikasi bergerak dibandingkan pemilik perangkat bergerak yang lebih murah.
  3. Mayoritas pelajar masih lebih memilih buku cetak daripada buku elektronik dengan beberapa faktor terbukti secara signifikan mempengaruhi preferensi tersebut. Pelajar di kelas dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi, pelajar di luar pulau Jawa, pelajar yang menilai dirinya lamban dalam adopsi teknologi informasi, dan pelajar yang tidak memiliki akses ke jaringan Wi-Fi adalah kelompok yang paling rendah minatnya pada penggunaan buku elektronik. Namun demikian, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada preferensi format buku di kalangan pelajar sekolah menengah ini berdasarkan jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan jenjang pendidikan. Selain itu, hampir seluruh pelajar mendukung program buku sekolah elektronik yang dicanangkan pemerintah sejak hampir satu dekade yang lalu.
  4. Lebih dari 91% pelajar di studi ini mengaku memiliki pengalaman dengan proses pembelajaran daring (e-learning), namun hanya 67% yang mengaku memiliki pengalaman dengan proses pembelajaran menggunakan perangkat bergerak (m-learning). Pelajar di tingkat SMA, pelajar di pulau Jawa, dan pelajar yang memiliki akses ke jaringan Wi-Fi adalah kelompok yang paling besar kemungkinannya untuk memiliki pengalaman e-learning dan m-learning. Komputer tablet memiliki peran khusus dalam hal m-learning, meski telepon pintar tetap dapat membantu, terutama bagi para pelajar yang tidak memiliki komputer tablet. Pelajar yang lebih memilih m-learning dibandingkan e-learning pada perangkat komputer desktop ataupun laptop identik dengan jenis pembelajar yang aktif dan kolaboratif.
  5. Model penerimaan teknologi yang diperluas (Extended TAM) yang diusulkan dalam disertasi ini mampu menjelaskan hingga 73,4% variasi dan memprediksi penerimaan atas m-learning di mana semua faktor terbukti berpengaruh signifikan. Di antara semua faktor yang ada, motivasi internal, baik itu sikap (attitudes) maupun kenikmatan yang dirasakan (perceived enjoyment) merupakan faktor yang paling berpengaruh atas penerimaan m-learning di kalangan pelajar sekolah menengah di Indonesia. Namun demikian, keduanya sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni pengaruh lingkungan sosial (social influence). Tiga faktor, yakni nilai mobilitas yang dirasakan (perceived mobility value), kegunaan yang dirasakan (perceived usefulness), dan kondisi yang memfasilitasi (facilitating conditions) dimoderasi oleh tiga faktor lain, yakni usia, jenis kelamin, dan lokasi, di mana usia berperan lebih besar dibandingkan dua moderator lainnya. Sebagai contoh, pelajar usia SMP tidak menganggap penting nilai mobilitas yang dirasakan dan kegunaan yang dirasakan dalam penerimaan mereka atas m-learning layaknya pelajar usia SMA. Sebaliknya, kondisi yang memfasilitasi adalah faktor penting untuk menerima m-learning bagi pelajar usia SMP, namun tidak bagi pelajar usia SMA. Dengan kata lain, pelajar usia SMP lebih mementingkan kenikmatan yang dirasakan dan lebih membutuhkan dorongan eksternal, baik itu berupa pengaruh lingkungan sosial maupun kondisi yang memfasilitasi untuk bisa menerima m-learning.

Semua temuan di atas dapat membuka wawasan yang lebih luas terkait dengan kepemilikan, penggunaan, dan pembelajaran menggunakan perangkat bergerak, khususnya di kalangan pelajar sekolah menengah di Indonesia. Informasi ini dapat menjadi bekal bagi para pengambil kebijakan untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi bergerak dalam rangka meningkatkan capaian pendidikan di Indonesia, dan juga mungkin saja di negara-negara berkembang lainnya.

Ahmad Rafie Pratama