Memetik Faedah dari Kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam

Penulis: Ahmad Fathan Hidyatullah

Pada kesempatan kali ini, kita akan mengambil pelajaran dari kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam, salah seorang nabi dan rasul yang dikisahkan di banyak tempat dalam Al-Qur’an. Kisah ini diambil dari Al-Qur’an surat Al-Qashash, yaitu ketika Nabi Musa ‘Alaihissalam pergi dari Mesir menuju ke Madyan. Beliau melarikan diri dari kejaran tentara Firaun setelah tidak sengaja memukul seseorang dan kemudian meninggal. Kemudian sampailah Nabi Musa ‘Alaihissalam di tengah gurun di negeri Madyan yang di sana terdapat sumber air untuk minum. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمَّا وَرَدَ مَآءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ ٱلنَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ ٱمْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِى حَتَّىٰ يُصْدِرَ ٱلرِّعَآءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. (QS. Al-Qashash [28]: 23)

فَسَقَىٰ لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّىٰٓ إِلَى ٱلظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّى لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَىَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (QS. Al-Qashash [28]: 24)

Pada saat itu, Nabi Musa ‘Alaihissalam berada dalam kondisi yang sangat tidak mengenakkan. Pertama, beliau adalah orang yang sedang dalam pengejaran tentara Firaun karena tidak sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Beliau merasa sangat bersalah dan takut atas kejadian tersebut. Kedua, beliau sedang berada di negeri orang tanpa bekal apapun, kecuali hanya pakaian yang melekat di badan saja. Ketiga, beliau merasakan keletihan, kehausan, dan kelaparan setelah menempuh jauhnya perjalanan. Namun, di balik kondisi tersebut, ketika beliau melihat ada dua orang perempuan yang mengalami kesulitan, tanpa berpikir panjang beliau langsung bergegas untuk menolongnya. Dari sini, ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik.

Ambil Kesempatan Berbuat Baik

Pelajaran pertama yaitu apabila kita pernah berbuat dosa kemudian kita melihat ada peluang untuk berbuat kebaikan, ambillah kesempatan tersebut untuk memperbaiki diri kita di hadapan Allah Ta’ala (Khan, 2017). Meskipun dalam keadaan yang sangat letih, Nabi Musa ‘Alaihissalam masih menyempatkan diri untuk peduli membantu orang yang tidak dikenalnya. Beliau merasa iba kemudian membantu memberikan minum kepada hewan ternak dan menolong orang yang lemah lagi membutuhkan (Basyir, Muslim, Haidar, & Isma’il, 2009). Sikap berbuat baik kepada orang yang dikenal atau tidak dikenal merupakan di antara akhlak para Nabi (Bari, 2020).

Menjaga Kehormatan Diri

Kedua, setelah selesai memberikan minum ternak kedua perempuan tersebut, kemudian Nabi Musa ‘Alaihissalam langsung kembali berteduh dan tidak mengajak bicara keduanya. Ini adalah salah satu karakter yang mengagumkan di mana Nabi Musa ‘Alaihissalam menjaga kehormatan dirinya untuk tidak banyak berinteraksi dengan perempuan asing. Selain itu, Nabi Musa ‘Alaihissalam tidak kembali kepada kedua perempuan tadi untuk sekadar mendapatkan upah atau ucapan terima kasih dari mereka. Beliau membantu keduanya dengan murni karena ingin menolong tanpa mengharapkan balasan apapun dari mereka (As-Sa’di, 2012). 

Memohon Langsung kepada Allah Ta’ala

Ketiga, selanjutnya Nabi Musa ‘Alaihissalam lebih memilih untuk berbicara langsung kepada Allah Ta’ala (Khan, 2017). Dalam hal ini, memang Nabi Musa ‘Alaihissalam sangat membutuhkan pertolongan berupa makanan, upah atau apapun itu yang dapat membantunya. Namun, beliau tetap menjaga kehormatan dirinya dengan tanpa meminta-minta kepada manusia. Beliau meminta langsung kepada Allah Ta’ala Sang Maha Pemberi Rizki, Zat Yang Maha Kaya, yang dapat mencukupi segala kebutuhan hamba-Nya. Beliau kemudian menyampaikan keadaan dan keluhannya kepada Allah Ta’ala. Nabi Musa ‘Alaihissalam memanjatkan doa kepada Allah dengan doa yang sangat indah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

رَبِّ إِنِّى لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَىَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

“Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (QS. Al-Qashash [28]: 24)

Kita tahu bahwa Nabi Musa ‘Alaihissalam dalam keadaan yang amat susah. Beliau telah mengalami berbagai macam ujian, dan seakan-akan bahwa ini adalah puncak dari ujian hidup yang beliau alami. Beliau tidak memiliki makanan, pekerjaan, pakaian kecuali yang dipakai, tidak memiliki rumah, dan juga tidak memiliki pasangan. Dan di dalam doanya, beliau menyebutkan bahwa beliau sangat butuh terhadap kebaikan apa saja dari Allah Ta’ala. Meskipun Allah adalah Zat Yang Maha Mengetahui atas keadaan hamba-Nya, Nabi Musa ‘Alaihissalam berdoa dengan menampakkan kehinaan diri dan rasa butuhnya kepada Allah (Bari, 2020). Beliau juga menjelaskan kepada Allah mengenai keadaannya yang fakir, yang sangat butuh terhadap pertolongan Allah.

Ganjaran Kebaikan dari Allah Ta’ala

Setelah itu, Allah menjelaskan dampak dari doa yang dipanjatkan oleh Nabi Musa ‘Alaihissalam. Allah berfirman, 

فَجَآءَتْهُ إِحْدَىٰهُمَا تَمْشِى عَلَى ٱسْتِحْيَآءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِى يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا ۚ فَلَمَّا جَآءَهُۥ وَقَصَّ عَلَيْهِ ٱلْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ ۖ نَجَوْتَ مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu’aib berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”. (QS. Al-Qashash [28]: 25)

قَالَتْ إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashash [28]: 26)

قَالَ إِنِّىٓ أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ٱبْنَتَىَّ هَٰتَيْنِ عَلَىٰٓ أَن تَأْجُرَنِى ثَمَٰنِىَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِندِكَ ۖ وَمَآ أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Berkatalah dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. (QS. Al-Qashash [28]: 27)

Dari ketiga ayat di atas, Allah menerangkan bahwa setelah itu Nabi Musa ‘Alaihissalam mendapatkan banyak sekali kebaikan, berupa pekerjaan, istri, rumah, makanan, dan sebagainya. Oleh karenanya para pembaca sekalian, kiranya kita mengalami kesulitan dalam hidup, doa tadi dapat kita baca dan kita amalkan. Melalui kisah yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 24-28 kita dapat mengambil pelajaran bahwa jangan pernah berputus asa ketika himpitan masalah menghampiri kehidupan kita. Kita masih punya harapan untuk mendapatkan kebaikan dari Allah Ta’ala, Rabb Yang Maha Kaya, Yang Menguasai alam semesta.

Demikian, semoga bermanfaat.

Sleman, 10 Ramadan 1444H/1 April 2023.

Ahmad Fathan Hidayatullah.

* Ditulis dan dipersiapkan untuk mengisi kultum Salat Tarawih di Masjid Al Hidayah, Kimpulan, Sleman.

Referensi

  • Khan, N. A. (2017). Revive Your Heart: Putting Life in Perspective. Leicestershire, United Kingdom: Kube Publishing.
  • Bari, I. A. (2020). Tadabbur Kisah Qur’ani: Menyelami 476 Faedah dari 10 Kisah dalam Al-Qur’an. Sukoharjo, Indonesia: Pustaka Arafah.
  • As-Sa’di, A. (2012). Taisir Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan. Mesir: Ad-Darul ‘Alamiyah.
  • Basyir, D. H., Muslim, D. M., Haidar, D. H., & Isma’il, D. A. (2009). At-Tafsir Al-Muyassar. Mesir: Ad-Darul ‘Alamiyah.

[/FS]