Meniti Kebenaran dan Keadilan Melalui Sains Forensik Digital
Oleh: Ahmad Luthfi
Bismillahirrohmanirrohim.
Dalam kesempatan menulis singkat di pojok dakwah informatika kali ini, izinkan al-faqir untuk menyampaikan satu tema terkait peran sains forensik digital dalam meniti kebenaran dan keadilan dalam perspektif islam.
Pendahuluan
Dalam ajaran Islam, pentingnya menegakkan keadilan menjadi tugas utama bagi semua orang tanpa terkecuali. Salah satu ayat Al-Qur’an tentang keadilan terdapat pada Surah An-Nisa (4) ayat 135. Ayat tentang keadilan ini sering kali kita jumpai di berbagai tempat, bahkan terpasang di dinding jalan masuk perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Harvard, USA, sebagai salah satu ekspresi dan frase artikulasi terbesar tentang keadilan dalam sejarah.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” [QS. An-Nisa [4]: 135].
Ilmu forensik, juga dikenal sebagai sains forensik, adalah sebuah bidang ilmu yang mempelajari teknik dan metodologi untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memeriksa berbagai bahan bukti yang terkait dengan penyelidikan kejahatan [1, 2]. Dengan menggunakan sains forensik, hasil investigasi yang ketat dan objektif dapat membantu mengidentifikasi pelaku, menghubungkan berbagai kejahatan, atau mengungkap pola kejahatan khusus [2]. Melalui pendekatan yang didasarkan pada metode ilmiah dan standar yang terdefinisi, sains forensik memberikan kontribusi terhadap keamanan masyarakat dan perlindungan individu-individu yang diduga terlibat dalam kasus kejahatan dengan prinsip-prinsip keadilan [3-5].
Sains Forensik dalam Peradaban Islam
Beberapa cerita dalam sejarah dapat memberikan gambaran tentang penerapan sains forensik dalam peradaban Islam. Pertama, terdapat cerita terkenal ketika Khalifah Umar bin Khattab mengirim surat kepada seorang hakim untuk meminta penjelasan tentang kasus pembunuhan. Dalam surat tersebut, Khalifah Umar meminta hakim tersebut untuk mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan, seperti jasad korban dan barang bukti lainnya, serta menggunakan metode forensik untuk membuktikan identitas pelaku.
Kedua, Imam Malik dalam cerita yang juga populer menolak memberikan fatwa dalam sebuah kasus pembunuhan tanpa bukti yang cukup. Imam Malik berpendapat bahwa keadilan tidak dapat dicapai tanpa bukti yang jelas, dan tidak boleh ada seseorang yang dihukum tanpa bukti yang kuat.
Kemudian, cerita ketiga yang menarik adalah saat Khalifah Sayyidina Ali memecahkan sebuah kasus pada masa pemerintahan Sayyidina Umar dengan melakukan analisis sederhana pada sampel air mani yang menjadi bukti dalam pengakuan seorang wanita. Wanita tersebut membuat bukti palsu dengan menempatkan putih telur di pakaian dan tubuhnya setelah ditolak cintanya oleh seorang lelaki di kalangan Anshar. Sayyidina Ali menggunakan air panas sebagai reagen (ed. sebuah zat yang dipakai dalam reaksi kimia) untuk menguji keaslian bukti dan membuktikan bahwa tuduhan tersebut palsu. Kisah-kisah di atas hanya beberapa contoh dari penggunaan sains forensik dalam peradaban Islam yang dijelaskan secara singkat.
Prinsip Pertukaran Locard
Apabila dianalisis dan dipelajari secara lebih mendalam, terdapat unsur-unsur dalam sains forensik yang sejalan dengan prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam setiap analisis forensik di seluruh dunia. Salah satu prinsip tersebut adalah Prinsip Pertukaran Locard (Locard’s exchange principle), yang menjelaskan bahwa “Dalam ilmu forensik, prinsip Locard menyatakan bahwa pelaku kejahatan akan membawa sesuatu ke tempat kejadian perkara dan meninggalkan sesuatu di sana, dan keduanya dapat menjadi bukti forensik.” Prinsip ini ditemukan oleh Dr. Edmond Locard, seorang ahli forensik kriminal asal Prancis pada abad ke-20. Ia berpendapat bahwa ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, seperti tempat kejadian perkara, mereka akan meninggalkan jejak fisik, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Pada saat yang sama, mereka juga akan membawa jejak dari tempat tersebut.
Dalam konteks ilmu forensik modern atau forensik digital, teknologi dan metode ilmiah digunakan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data yang ditemukan dalam perangkat digital seperti komputer, ponsel, dan perangkat lainnya. Forensik digital membantu dalam penyelesaian kasus-kasus kejahatan seperti kejahatan siber, penipuan, dan tindakan kriminal lainnya. Oleh karena itu, pentingnya memiliki prosedur yang jelas dalam memvalidasi bukti digital sangatlah besar. Jika tidak, pengadilan dapat menolak bukti tersebut karena dianggap mencurigakan dan meragukan keasliannya. Setidaknya ada tiga hal yang berlaku terkait penggunaan bukti dalam pengakuan dan pengesahannya di pengadilan, yaitu (1) penerimaan bukti tulisan (al-kitabah), (2) bukti tidak langsung (al-qarinah), dan (3) pendapat ahli (al-rakyu alkhabir) sebagai bukti yang sah [6].
Lebih lanjut, aspek lain yang krusial dalam forensik digital adalah keaslian dan integritas bukti. Dalam hal ini, ilmu forensik digital membantu dalam memastikan keaslian bukti elektronik yang digunakan dalam proses peradilan [6]. Ahli forensik digital menggunakan metode dan teknik yang diakui untuk memastikan bahwa bukti tersebut tidak diubah atau dimanipulasi. Hal ini penting agar keputusan hukum didasarkan pada fakta-fakta yang dapat dipercaya, adil dan menjauhkannya dari kezaliman.
Sains Forensik untuk Menegakkan Keadilan
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menelantarkannya” (HR. Muslim no. 2564).
Sebagai penutup, berdasarkan hadis di atas, dapat dipahami bahwa dalam perspektif Islam, sains forensik termasuk forensik digital memiliki peran dalam menjaga keseimbangan dan keadilan. Forensik digital membantu dalam mencapai keadilan dengan memastikan bahwa bukti yang disajikan di pengadilan adalah sah, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini mencegah penyalahgunaan kekuasaan atau penindasan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dalam Islam.
– Wallahu a’lam bish-shawabi-
Rujukan
- Roberts, L. W. (2018). The Importance of Forensic Science to the Criminal Justice System. Journal of Forensic Sciences, 63(3), 715-719.
- Rudin, N. (2018). The Relevance and Importance of Forensic Science in the Criminal Justice System. Journal of Applied Crime Analysis, 1(1), 69-75.
- Al-Azami, M. M. (2009). The Role of Forensic Science in Establishing Justice from an Islamic Perspective. Arab Law Quarterly, 23(4), 333-350.
- El-Gindy, H. (2012). Forensic Science and the Islamic Tradition. The Muslim World Journal of Human Rights, 9(2), 191-218.
- Ahmad, N., & Ali, N. (2014). Forensic Science in the Light of Islamic Perspective. Research Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology, 7(22), 4861-4866.
- Kallil, M.K, (2019). The Integration of Digital Forensics Science and Islamic Evidence Laws. International Journal of Law, Government and Communication, 4(17), 61-70.