Puasa dalam Syariat Islam

menunggu berbuka puasa di masjid
oleh Asti Maharti Niken Sari

Puasa adalah salah satu dari rukun Islam yang ketiga, setelah mengucapkan dua kalimat syahadat dan salat. Secara bahasa, puasa berarti menahan. Adapun secara istilah, puasa merupakan ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit matahari sampai tenggelam matahari [1]. 

Asy Syaikh ‘Alwi dalam Mukhtashar Fiqh Shaum [1] menjelaskan mengenai beberapa hikmah puasa. Di antara hikmah puasa adalah untuk mengingatkan umat Islam agar bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala. Selain itu, dengan berpuasa kita dituntut untuk dapat mengendalikan diri kita. Oleh karena itu, seorang muslim akan berusaha untuk menahan emosinya dan berpikiran jernih saat menjalani hari-harinya. Ibadah puasa memiliki keistimewaan di mana Allah mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dan Allah Ta’ala sendiri yang akan membalas pahalanya [2]. 

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’” (HR. Bukhari no. 1761 dan Muslim no. 1946)

Dalam syariat Islam, selain puasa wajib, ada pula ibadah puasa yang juga dianjurkan atau bersifat ibadah sunah. Berikut ini penjelasan tentang puasa wajib dan puasa sunah.

1. Puasa Wajib

Puasa yang bersifat wajib dalam syariat Islam adalah puasa di bulan Ramadan. Setiap orang yang beriman diwajibkan puasa agar mereka menjadi pribadi yang bertakwa. Puasa wajib dilakukan bagi umat muslim yang sudah baligh dan sehat akalnya.

Kewajiban berpuasa bagi umat muslim termaktub di dalam firman Allah dalam Surat Al-Baqarah Ayat 183,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).

Pada ayat 184, Allah Ta’ala berfirman bagaimana kewajiban puasa Ramadan ini dapat ditangguhkan bagi orang yang sakit. Namun orang itu diwajibkan menggantinya di hari lain. Allah berfirman,

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184)

2. Puasa Sunnah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan dan memotivasi para umatnya agar melaksanakan puasa sunah. Puasa sunah adalah puasa yang apabila dilakukan akan mendapat pahala, dan jika tidak dilakukan juga tidak dihukumi dosa. Puasa sunah sendiri dibagi menjadi dua [1], yaitu:

  1. Puasa sunah mutlak (bebas), yaitu puasa sunah yang diperintahkan di dalam dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunah, yang tidak terikat waktu tertentu, kecuali dilakukan di waktu-waktu yang dilarang untuk berpuasa. Misalnya kita dilarang berpuasa pada dua hari raya dan hari-hari Tasyrik (11-13 Dzulhijjah).
  2. Puasa sunah muqayyad (terikat), yaitu puasa sunah yang terikat oleh waktu tertentu seperti puasa di hari Senin dan Kamis, puasa Arafah, dan puasa ayyamul bidh di tanggal 13-15 setiap bulan. Di antara contoh puasa sunah muqayyad yaitu puasa Syawal. Puasa Syawal dilakukan pada bulan Syawal sebanyak 6 hari setelah sebulan penuh umat muslim menjalankan puasa Ramadan [1]. Puasa ini boleh dilakukan secara berturut-turut ataupun tidak [3]. Anjuran untuk melaksanakan puasa Syawal adalah berdasarkan riwayat dari sahabat Abu Ayyub Al Anshari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)

Demikian yang dapat kami sampaikan terkait informasi ibadah puasa dalam syariat Islam. Semoga bermanfaat.

Referensi

[1] As Saqqaf, ‘Alwi bin ‘Abdul Qadir. Mukhtashar Fiqh Shaum. Ad-Durar As-Saniyyah, 2017.

[2] Al-‘Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Majalis Syahri Ramadhan: Mendulang Faedah di Bulan Ramadhan. Translated by Fathul Mujib, Karanganyar, Indonesia, Al-Abror Media, 2020.

[3] Tuasikal, Muhammad Abduh. “Jangan Lupa Lakukan Puasa Syawal.” Rumaysho.Com, https://rumaysho.com/521-jangan-lupa-lakukan-puasa-syawal.html. Accessed 2 April 2023.

Editor: Ahmad Fathan H.