Oleh: Novi Setiani

“Kamu harus punya self-love, belajar mencintai dan menerima dirimu sendiri.”

Self-love dulu ah… Setelah selesai submit tugas, aku mau jalan-jalan.”

Mungkin kita pernah mendengar kalimat-kalimat di atas, atau mungkin kita sendiri yang mengucapkannya. Dari segi arti bahasa, self-love dapat diartikan sebagai perilaku mencintai, menerima, dan menghormati diri sendiri. Perilaku ini tercermin dari beberapa hal, antara lain tidak berlarut-larut dengan rasa kecewa ketika mengalami kegagalan atau penolakan, percaya dengan kemampuan diri sendiri, memiliki pikiran positif terhadap diri sendiri, serta menerima segala kelebihan dan kekurangan diri. Namun, sering juga self-love dimaknai sebagai memanjakan diri sendiri dengan berbagai aktivitas yang disukai setelah berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas yang menumpuk.

Bagaimana sebenarnya memaknai self-love dari sudut pandang seorang muslim?

Read more

Oleh: Ahmad Luthfi

Bismillahirrohmanirrohim.

Dalam kesempatan menulis singkat di pojok dakwah informatika kali ini, izinkan al-faqir untuk menyampaikan satu tema terkait peran sains forensik digital dalam meniti kebenaran dan keadilan dalam perspektif islam. 

Pendahuluan

Dalam ajaran Islam, pentingnya menegakkan keadilan menjadi tugas utama bagi semua orang tanpa terkecuali. Salah satu ayat Al-Qur’an tentang keadilan terdapat pada Surah An-Nisa (4) ayat 135. Ayat tentang keadilan ini sering kali kita jumpai di berbagai tempat, bahkan terpasang di dinding jalan masuk perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Harvard, USA, sebagai salah satu ekspresi dan frase artikulasi terbesar tentang keadilan dalam sejarah.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا

Artinya: 

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” [QS. An-Nisa [4]: 135].

Ilmu forensik, juga dikenal sebagai sains forensik, adalah sebuah bidang ilmu yang mempelajari teknik dan metodologi untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memeriksa berbagai bahan bukti yang terkait dengan penyelidikan kejahatan [1, 2]. Dengan menggunakan sains forensik, hasil investigasi yang ketat dan objektif dapat membantu mengidentifikasi pelaku, menghubungkan berbagai kejahatan, atau mengungkap pola kejahatan khusus [2]. Melalui pendekatan yang didasarkan pada metode ilmiah dan standar yang terdefinisi, sains forensik memberikan kontribusi terhadap keamanan masyarakat dan perlindungan individu-individu yang diduga terlibat dalam kasus kejahatan dengan prinsip-prinsip keadilan [3-5].

Sains Forensik dalam Peradaban Islam

Read more

Oleh: Aridhanyati Arifin, S.T., M.Cs.

Itulah pertanyaan yang kerap dilontarkan di awal pertemuan mata kuliah Bahasa Arab. Sejak tahun 2016, Program Studi Informatika – Program Sarjana FTI UII mulai memberlakukan mata kuliah Bahasa Arab dalam kurikulumnya. Persepsi yang jamak dimiliki masyarakat, bahasa Arab hanya dipelajari di jurusan-jurusan yang berkaitan dengan ilmu agama Islam, di pondok-pondok pesantren, atau di lembaga-lembaga bahasa asing. Umumnya, tujuan belajar pun disesuaikan dengan kepentingan masing-masing, apakah kepentingan akademik atau kepentingan karier. Maka, wajar jika pertanyaan ini muncul. Padahal, belajar bahasa Arab memiliki urgensi yang sangat penting diketahui semua umat Islam apapun bidang ilmu/kariernya. 

Urgensi belajar bahasa Arab adalah sebagai berikut:

1. Belajar bahasa Arab merupakan suatu kewajiban.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Syafii (w. 204 H) sbb:

Wajib bagi setiap muslim belajar bahasa Arab sesuai dengan kesanggupannya agar benar dalam bersyahadat lâilaha illallâh dan muhammadun abduh wa rasûluh, membaca Kitabullah, melafazhkan dzikir yang diwajibkan atasnya seperti takbir, tasbih, tasyahhud, dan lain-lain. Jika dia berkenan mendalami bahasa yang dijadikan Allah sebagai bahasa penutup para nabi-Nya dan bahasa kitab terakhir yang diturunkan-Nya ini, maka itu lebih baik baginya.”

Syaikhul Islam (w. 728 H) juga berkata:

Bahasa Arab itu bagian dari agama. Mempelajarinya adalah sangat diwajibkan karena memahami al-Kitab dan as-Sunnah adalah wajib, dan keduanya tidak bisa dipahami kecuali dengan bahasa Arab. Kewajiban yang tidak bisa sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib. Kemudian, di antara bahasa Arab itu ada yang fardhu ‘ain dan ada yang fardhu kifayah” (Iqtidha Shirathal Mustaqim: 207).

2. Bahasa Arab adalah bahasa Islam.

Al-Qur’an dan Hadits datang dalam bahasa Arab. Allah Swt. berfirman, Read more

Oleh Ari Sujarwo

Islam, Landasan Inti

Islam dikenal sebagai agama yang tidak hanya mencakup ritus hubungan makhluk dengan khaliknya, tetapi juga menawarkan lengkapnya pembahasan hingga ke tataran peradaban. Islam yang lengkap dan sempurna menjadi faktor penting dalam menuju kepada gagahnya peradaban yang jika dihitung, kiranya sudah lebih dari 1444 tahun usia peradaban ini. Tentu dinamika selalu ada. Di bilangan usia yang tidak singkat itu, beragam cerita dilalui, manis getirnya hidup menjadi kisah yang tidak terpisahkan dari berkembangnya Islam. 

Ruang lingkup pembahasan mengenai Islam bisa didekati dengan 5W+1H, why-what-which-when-who dan how, yang terwakilkan kepada aqidah, syariah, dan dakwah. Pertanyaan why menjawab perkara aqidah, mengenai alasan manusia dihidupkan di muka bumi. Kemudian what dan which mewakili syariah, yaitu tentang apa saja yang manusia perlu taati, bersama dengan when yang menerangkan kapan saja ketaatan kepada Allah SWT harus diwujudkan, serta who yang memberikan petunjuk mengenai aktor yang dikenai hukum. Terakhir, how mengenai bagaimana dakwah menjadi cara bagaimana manusia memahami Islam.

Pertanyaan why berkait dengan aqidah Islam, yaitu ikatan berbasis kesadaran manusia sebagai makhluk atas hubungannya dengan Allah Swt. sebagai khalik. Berbekal kesadaran ini, muncul alasan kuat yang menjadi dasar akan perlunya manusia untuk taat kepada Allah sejak para sahabat yang mendampingi Rasulullah, para tabiin, tabiit tabiin, hingga manusia yang hidup di hari ini. Dalam masa awal dakwah, Rasul saw. bersama para sahabat nabi yang mulia memperbaiki aqidah manusia agar menundukkan dirinya kepada Islam. Sahabat nabi adalah manusia yang mengenal, melihat langsung, dan berjuang bersama nabi saw. dan meninggal dalam keadaan beragama Islam. Para sahabat nabi memiliki peran besar dalam menorehkan sejarah yang membentuk peradaban Islam hingga hari ini. Tentu dengan perjuangan yang tidak ringan di tahap-tahap awal turunnya Islam. Peran-peran sahabat ini menarik untuk diulas lebih lanjut untuk memahami bagaimana kita semestinya bersikap terhadap keberadaan Islam sebagai petunjuk di kehidupan kita. 

Menuju Kemajuan Islam

Ramadan, Turunnya Wahyu Pertama

Nabi saw. diangkat sebagai utusan Allah Swt. pada usia Beliau yang ke-40, yaitu pada 611 tahun masehi. Ini ditandai dengan diturunkannya wahyu pertama kali melalui malaikat Jibril di Gua Hira. Sejak saat itu, berangsur ayat-ayat Al Quran turun berkaitan dengan kejadian-kejadian yang berlangsung. Meski, Al Quran sendiri menurut beberapa literatur, sebagai perkataan atau firman Allah turun ke langit dunia dalam satu kesatuan penuh yang juga turun di bulan Ramadan.

Nabi saw. menyampaikan risalah-risalah yang turun kepada umat manusia, terutama kepada para sahabat dalam sebuah kerangka yang para ulama menyebutnya tatsqif, yaitu proses penyampaian pengetahuan yang berdasar akidah Islam atau tsaqofah Islamiyah. Tatsqif merupakan tahapan pertama dalam fase dakwah Rasulullah saw. Ayat-ayat Al Qur’an pada awalnya disampaikan secara tertutup, salah satunya di rumah sahabat Arqam, hingga Allah Swt. perintahkan untuk dakwah secara terbuka. Pada situasi ini, Rasulullah mulai masuk ke fase dakwah yang kedua, yaitu tafa’ul maal ummah, atau menginteraksikan Islam kepada umat. 

Pertentangan Qurays di Makkah

Read more

Penulis: Dhoni Mukhlisin

Setelah menjalani puasa dan ujian di bulan Ramadan yang penuh keberkahan, umat Islam diharapkan mampu mempertahankan dan meneruskan amalan-amalan selama bulan Ramadan. Idulfitri menjadi pertanda bahwa bulan Ramadan berlalu. Kini, umat Islam dihadapkan dengan bulan Syawal yang memiliki keutamaan tersendiri. Syawal bermakna sebagai bulan peningkatan ibadah atau bulan akselerasi amal. Lalu, ibadah apa saja yang dapat kita amalkan di bulan Syawal ini?

Berpuasa

Bulan Syawal adalah bulan yang tepat bagi umat Islam untuk kembali merasakan nikmatnya ibadah puasa. Rasulullah menganjurkan kepada umatnya untuk melakukan puasa selama enam hari di bulan Syawal. Banyak pahala yang akan didapat bila kita menjalankan ibadah puasa ini, bahkan setara dengan puasa selama satu tahun penuh. Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah saw. dalam salah satu hadis, yang artinya: “Barangsiapa puasa Ramadan, kemudian ia sertakan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh. (HR Muslim).

Puasa Syawal bisa menjadi pertanda diterimanya puasa di bulan Ramadhan. Artinya, orang yang mengerjakan puasa enam hari di bulan Syawal menunjukkan bahwa puasanya selama Ramadhan diterima oleh Allah SWT. Imam Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitab Lathaiful Ma’arif fima li Mawasimil ‘Am minal Wazhaif mengatakan: “Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah.” Selain itu, puasa Syawal bisa menjadi penutup kekurangan-kekurangan yang bisa menghilangkan kesempurnaan puasa selama bulan Ramadan. Read more

Penulis: Ahmad Fathan Hidyatullah

Pada kesempatan kali ini, kita akan mengambil pelajaran dari kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam, salah seorang nabi dan rasul yang dikisahkan di banyak tempat dalam Al-Qur’an. Kisah ini diambil dari Al-Qur’an surat Al-Qashash, yaitu ketika Nabi Musa ‘Alaihissalam pergi dari Mesir menuju ke Madyan. Beliau melarikan diri dari kejaran tentara Firaun setelah tidak sengaja memukul seseorang dan kemudian meninggal. Kemudian sampailah Nabi Musa ‘Alaihissalam di tengah gurun di negeri Madyan yang di sana terdapat sumber air untuk minum. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمَّا وَرَدَ مَآءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ ٱلنَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ ٱمْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِى حَتَّىٰ يُصْدِرَ ٱلرِّعَآءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. (QS. Al-Qashash [28]: 23)

فَسَقَىٰ لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّىٰٓ إِلَى ٱلظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّى لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَىَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (QS. Al-Qashash [28]: 24)

Pada saat itu, Nabi Musa ‘Alaihissalam berada dalam kondisi yang sangat tidak mengenakkan. Pertama, beliau adalah orang yang sedang dalam pengejaran tentara Firaun karena tidak sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Beliau merasa sangat bersalah dan takut atas kejadian tersebut. Kedua, beliau sedang berada di negeri orang tanpa bekal apapun, kecuali hanya pakaian yang melekat di badan saja. Ketiga, beliau merasakan keletihan, kehausan, dan kelaparan setelah menempuh jauhnya perjalanan. Namun, di balik kondisi tersebut, ketika beliau melihat ada dua orang perempuan yang mengalami kesulitan, tanpa berpikir panjang beliau langsung bergegas untuk menolongnya. Dari sini, ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik. Read more

Di era modern ini, media sosial menjadi salah satu platform terbesar yang banyak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Banyak sekali platform yang dapat menjadi sarana untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada masyarakat, khususnya bagi generasi sekarang yang aktif menggunakan media sosial.

Pengertian Dakwah

Dakwah merupakan suatu aktivitas menyampaikan ajaran ilmu agama Islam kepada masyarakat. Dakwah juga dapat berarti ajakan menuju Islam, yaitu jalan Tuhan, jalan yang diridai oleh Allah Swt., bukan jalan-jalan lain yang sesat dan menyimpang dari jalan Islam. Dari segi bahasa, kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk mashdar dari kata do’a, dan yad’u yang berarti seruan, ajakan, atau panggilan.

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imron:104).

Dalam surah ini, kita dianjurkan untuk berdakwah, mengingatkan, serta mendukung dalam menyebarkan kebaikan dan mencegah keburukan. Menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan kewajiban bagi umat muslim dan menjadi kunci untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan hidup.

Strategi Dakwah Era Digital

Di era digital ini, berbagai cara digunakan oleh para Da’i atau orang-orang yang ingin menyebarkan agama Islam dengan memanfaatkan teknologi dan media digital. Strategi dakwah era digital adalah upaya untuk menyebarkan pesan-pesan keagamaan melalui media digital. Berikut beberapa strategi dakwah era digital: Read more

Penulis: Ahmad Fathan Hidayatullah

Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Qur’an diturunkan pada lailatul qadar di bulan Ramadan yang mulia, sebagaimana firman-Nya,

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). (QS. Al-Baqarah [2]: 185)

Di ayat yang lain Allah berfirman,

ﺇِﻧَّﺎ ﺃَﻧﺰَﻟْﻨَﺎﻩُ ﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ‏

Sesungguhnya kami menurunkan Al-Qur’an pada malam kemuliaan (Lailatul qadr). (Al-Qadr [97]: 1).

Berhentilah Sejenak, Renungi Maknanya!

Namun sangatlah disayangkan, kita dapati sebagian dari umat Islam masih ada yang kurang perhatian terhadap Al-Qur’an. Sebagian dari kita jarang dan tidak pernah membaca ataupun mempelajari Al-Qur’an. Atau sebagian dari umat Islam hanya sekadar membacanya tanpa mengetahui isi kandungannya. Lebih parahnya lagi, masih ada pula umat yang mengaku muslim namun tidak peduli sedikitpun dengan Al-Qur’an.

Mengenai kondisi tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengadukan kepada Allah yang terdapat dalam firman-Nya,

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

Rasul berkata, “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (QS. Al-Furqan [25]: 30)

Padahal Al-Qur’an diturunkan oleh Allah agar kita umat manusia untuk dibaca, diambil pelajaran darinya, dan direnungi maknanya (Khalil, 2019). Imam Al Ghazali rahimahullah (Al-Ghazali, 2003) menyebutkan bahwa, Read more

oleh Asti Maharti Niken Sari

Puasa adalah salah satu dari rukun Islam yang ketiga, setelah mengucapkan dua kalimat syahadat dan salat. Secara bahasa, puasa berarti menahan. Adapun secara istilah, puasa merupakan ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit matahari sampai tenggelam matahari [1]. 

Asy Syaikh ‘Alwi dalam Mukhtashar Fiqh Shaum [1] menjelaskan mengenai beberapa hikmah puasa. Di antara hikmah puasa adalah untuk mengingatkan umat Islam agar bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala. Selain itu, dengan berpuasa kita dituntut untuk dapat mengendalikan diri kita. Oleh karena itu, seorang muslim akan berusaha untuk menahan emosinya dan berpikiran jernih saat menjalani hari-harinya. Ibadah puasa memiliki keistimewaan di mana Allah mengkhususkan puasa untuk diri-Nya dan Allah Ta’ala sendiri yang akan membalas pahalanya [2]. 

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَ اللَّهُ : كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’” (HR. Bukhari no. 1761 dan Muslim no. 1946)

Dalam syariat Islam, selain puasa wajib, ada pula ibadah puasa yang juga dianjurkan atau bersifat ibadah sunah. Berikut ini penjelasan tentang puasa wajib dan puasa sunah. Read more

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اِذَا زُلۡزِلَتِ الۡاَرۡضُ زِلۡزَالَهَا

1. Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat,

وَاَخۡرَجَتِ الۡاَرۡضُ اَثۡقَالَهَا

2. dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,

وَقَالَ الۡاِنۡسَانُ مَا لَهَا‌

3. Dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?”

يَوۡمَٮِٕذٍ تُحَدِّثُ اَخۡبَارَهَا

4. Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,

بِاَنَّ رَبَّكَ اَوۡحٰى لَهَا

5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya.

يَوۡمَٮِٕذٍ يَّصۡدُرُ النَّاسُ اَشۡتَاتًا ۙ لِّيُرَوۡا اَعۡمَالَهُمۡؕ

6. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya.

فَمَنۡ يَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرًا يَّرَهٗ

7. Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya,

وَمَنۡ يَّعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ

8. dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.

(QS. Al-Zalzalah (Kegoncangan): 1-8)

Pendahuluan

Alhamdulillahirobbil’alamin, 

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Ta’ala yang senantiasa memberikan kita ketenangan, ketentraman dan keberkahan. Selawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sahabatku semuanya,

Seluruh makhluk yang hidup di dunia ini adalah ciptaan Allah Ta’ala, Dzat Yang Maha Hidup, Yang Maha Pemurah, Maha Penolong, Maha Pemaaf dan Maha Pemberi Pertolongan.

Sahabatku, Read more