Yusuf Asyhari, salah satu mahasiswa Konsentrasi Informatika Medis Program Studi Informatika Program Magister, berhasil menemukan “Alat Pengukur Kecemasan di Ketinggian”. Alat ini merupakan perpaduan Virtual Reality (VR) dan Electroencephalography (EEG) berbasis Brain Computer Interface (BCI).
Kecemasan terhadap ketinggian memang bukan masalah yang akan berdampak langsung, namun harus tetap diperhatikan. Sebab, bila terus-terusan diabaikan, penderita bisa saja mengalami gejala yang serius, misalnya serangan panik, hingga pingsan.
Selama ini, memang diketahui bahwa para penderita ketakutan pada ketinggian mengalami kecemasan. Hal ini berdasarkan pengukuran menggunakan Visual Height Intolerance Severity Scale (VHISS).
Namun, menurut Mas Yusuf sendiri, metode VHISS ini kurang dapat dibuktikan sehingga menjadikan pengukuran tersebut menjadi lemah dan kurang bermakna.
Untuk mengatasi kekurangan metode VHISS tersebut, ditemukanlah Alat Pengukur Kecemasan di Ketinggian ini. Alat telah diuji ke 107 partisipan yang berusia 16-17 tahun. Pengujian dilakukan dengan melakukan pembacaan aktivitas listrik pada otak manusia menggunakan EEG berbasis BCI ketika partisipan diberikan VR yang disediakan.
Nah, pembacaan biometrik berupa gelombang per waktu dan magnitudo ini ternyta memiliki hubungan dengan VHISS. Hasilnya, semakin tinggi jumlah gelombang per waktu, semakin tinggi magnitudo, maka semakin tinggi skala VHISS.
Penelitian Mas Yusuf ini dilakukan di SMA Negeri 1 Karangjati, Ngawi selama 6 bulan. Para siswa yang bersekolah di sekolah itu menjadi responden dari penelitian ini. Sekolah ini dipilih karena terletak cukup jauh dari pegunungan atau lingkungan yang cukup tinggi. Mayoritas siswa tumbuh dan berkembang di dataran rendah sehingga responden memiliki tingkat kecemasan terhadap ketinggian yang lebih besar.
Studi ini dapat memberikan alternatif pengukuran tingkat kecemasan terhadap ketinggian secara visual. Dengan deteksi dini, penderita kecemasan terhadap ketinggian bisa ditangani lebih cepat. Selain itu, temuan ini juga dapat digunakan untuk rehabilitasi akibat dari stroke, stabilitas tubuh tidak seimbang, kemungkinan shock dan stress, gangguan mental, gangguan fisik, hingga kualitas hidup dapat ditangani lebih cepat dan tepat.
Alhamdulillah, selamat Mas Yusuf Asyhari! Semoga penelitian ini dapat terus bermanfaat, ya!